sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Meneropong Ekonomi Inggris Pasca Kemenangan Partai Buruh

Economics editor Maulina Ulfa
05/07/2024 15:49 WIB
Kemenangan Starmer diharapkan akan membawa Inggris ke arah baru ekonomi dan politik. Namun, pemerintahan Partai Buruh masih akan menghadapi sejumlah tantangan.
Meneropong Ekonomi Inggris Pasca Kemenangan Partai Buruh. (Foto: USA Today)
Meneropong Ekonomi Inggris Pasca Kemenangan Partai Buruh. (Foto: USA Today)

IDXChannel - Keir Starmer akan menjadi perdana menteri (PM) Inggris berikutnya setelah Partai Buruh yang dipimpinnya menang telak dalam pemilihan parlemen negeri Raja Charles III tersebut.

Kemenangan Starmer diharapkan akan membawa Inggris ke arah baru ekonomi dan politik. Namun, pemerintahan Partai Buruh masih akan menghadapi sejumlah tantangan.

Sebelumnya, survei exit poll memprediksi Partai Buruh—yang beraliran kiri-tengah—meraih 410 dari 650 kursi di parlemen pada Jumat (5/7/2024), menurut Reuters.

“Masyarakat di seluruh negeri telah berbicara dan mereka memilih perubahan,” kata Starmer setelah memenangkan kursinya di London.

Kemenangan Partai Buruh mengakhiri kekuasaan Partai Konservatif yang telah memimpin sejak 2010.

Partai pimpinan PM saat ini Rishi Sunak tersebut diprediksi hanya akan mendapatkan sekitar 100 kursi.

"Perubahan dimulai dari sini. Karena ini adalah demokrasi Anda, komunitas Anda, dan masa depan Anda. Anda telah memilih. Sekarang saatnya bagi kami untuk mewujudkannya," ujar Starmer.

Ekonomi Inggris dalam Tekanan

Ekonomi Inggris terus merosot sejak 2023 hingga kuartal pertama tahun ini. Di kuartal empat tahun lalu, PDB Inggris justru terkontraksi 0,2 persen year on year (yoy). (Lihat grafik di bawah ini.)

 

Pada akhir tahun lalu, Inggris bahkan resmi mengalami resesi. Perekonomian menyusut sebesar 0,3 persen secara kuartalan antara Oktober dan Desember 2023, setelah kontraksi sebelumnya antara Juli dan September di tahun yang sama.

Angka pertumbuhan ekonomi pada Januari 2024 menunjukkan sedikit perbaikan. Namun tidak ada indikasi bahwa Inggris telah mencapai kemajuan berarti dalam hal pertumbuhan produktivitas.

Melansir The Conversation pertengahan Maret lalu, pertumbuhan produktivitas di Inggris hampir tidak ada sejak krisis keuangan 2008.

Pertumbuhan produktivitas di negara ini bahkan sangat tertinggal dibandingkan negara-negara seperti Jerman dan Perancis, dan bahkan jauh tertinggal dibandingkan Amerika Serikat (AS).

Di samping itu, tingkat inflasi Inggris telah mencapai dua persen pada Mei 2024, yang merupakan tingkat inflasi terendah sejak April 2021.

Sepanjang September 2022 hingga Maret 2023, Inggris mengalami inflasi dua digit selama tujuh bulan, yang mencapai puncaknya pada 11,1 persen pada Oktober 2022.

Ada berbagai alasan yang menyebabkan peningkatan tingkat inflasi sejak 2021 ini. Setelah pandemi Covid-19, rantai pasokan global mengalami kesulitan untuk memenuhi permintaan baru terhadap barang dan jasa.

Harga pangan dan energi yang sudah tinggi, semakin meningkat pada tahun 2022. Invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022 mengakhiri era aliran gas murah ke pasar Eropa dari Rusia.

Perang juga telah mengganggu pasar pangan global, dimana Rusia dan Ukraina merupakan eksportir utama tanaman serealia. Akibat faktor-faktor ini, Eropa termasuk Inggris mengalami era inflasi tinggi.

Inflasi yang tinggi merupakan salah satu faktor utama di balik krisis biaya hidup yang sedang berlangsung di Inggris.

Dengan melonjaknya harga energi global, batasan harga energi di Inggris telah meningkat secara signifikan.

Jumlah yang dapat ditagihkan oleh pemasok energi kepada konsumen di Inggris mencapai GBP3.549 per tahun pada Oktober 2022, dibandingkan dengan GBP1.277 pada tahun sebelumnya.

Seiring dengan melonjaknya harga pangan, tagihan energi yang tinggi juga memberikan dampak buruk bagi rumah tangga di Inggris, terutama rumah tangga berpendapatan rendah yang menghabiskan lebih banyak pendapatan mereka untuk biaya perumahan.

Akibat faktor-faktor ini, rumah tangga di Inggris mengalami penurunan standar hidup terbesar dalam beberapa dekade sepanjang 2022/2023, dengan pendapatan rumah tangga yang dapat dibelanjakan juga diperkirakan akan turun pada tahun 2023/2024 dan 2024/2025.

Pertemuan Bank of England (BoE) baru-baru ini juga mempertahankan suku bunga pada 20 Juni lalu di angka 5,25 persen.

Pada pertemuan 1 Agustus mendatang, BoE diharapkan melakukan penurunan suku bunga berikutnya.

Pada pertemuan sebelumnya, sebanyak tujuh anggota komite kebijakan moneter memberikan suara untuk tidak melakukan perubahan suku bunga dan dua orang memberikan suara untuk pemotongan sebesar 0,25 poin persentase.

Kebijakan Ekonomi Partai Buruh vs Konservatif

Reuters telah merangkum ringkasan kebijakan ekonomi kedua partai di Inggris sejauh ini. Banyak di antaranya tampak serupa setelah pemimpin oposisi Keir Starmer menggeser Partai Buruh ke posisi tengah.

Pajak

Beban pajak di Inggris merupakan yang tertinggi sejak Perang Dunia II setelah belanja publik melonjak selama pandemi virus corona dan lonjakan harga energi pada 2022.

PM Rishi Sunak selama ini berusaha menciptakan garis pemisah yang jelas dengan Partai Buruh, dengan mengatakan ia ingin memotong semua iuran jaminan sosial yang dibayarkan oleh pekerja dalam jangka panjang.

Partai Buruh mengatakan rencana itu tidak mungkin dilaksanakan. Mereka telah berjanji untuk tidak menaikkan tarif pajak penghasilan atau pajak perusahaan atas keuntungan perusahaan.

Pemerintah berencana untuk mengenakan pajak pertambahan nilai atas biaya sekolah swasta dan mengenakan pajak atas pendapatan luar negeri penduduk Inggris yang mengklaim status non-domisili.

Namun keengganan kedua belah pihak untuk menaikkan pajak secara lebih luas menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana mereka dapat meningkatkan pelayanan publik dan memperbaiki keuangan negara.

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement