Itulah yang kemudian nilai tukarnya mengalami koreksi yang koreksinya mendalam, trigger-nya terjadi domino efek.
"Jadi kalau kita lihat krisis pertama adalah krisis yang di trigger oleh neraca pembayaran karena rezim nilai tukar yang fix," ujarnya.
Dengan kondisi berubah ini, maka domino efeknya adalah kepada perusahaan-perusahaan dan perbankan yang meminjam di negara-negara luar termasuk Indonesia.
Sebab, jika perusahaan atau perbankan meminjam dalam bentuk dolar di luar negeri karena nilai tukarnya murah, begitu nilai tukarnya dikoreksi dari Rp2.500 menjadi Rp5.000, menjadi Rp7.500, menjadi Rp10.000 bahkan jadi Rp17.000 maka akan berdampak kepada kondisi keuangan.
"Kalau utang kita berlipat ganda walaupun tadi utangnya sama tetapi nilai tukar berubah maka penerimaan ada yang dalam bentuk rupiah menjadi tidak bisa mampu untuk membayarnya kembali," jelas dia.