Eropa yang selama tahun lalu, atau awal tahun ini suku bunganya 0% atau negatif sekarang sudah pada level 2,5% dan sinyal dari bank sentral di Eropa juga menunjukkan kenaikan ini belum akan berhenti.
Inggris yang juga mengalami dampak ekonomi yang luar biasa dan gejolak di dalam perekonomian juga sudah merespons dengan kenaikan suku bunga sekarang pada level 3,5% dan masih ada indikasi angkanya akan terus naik.
"Kalau dilihat level inflasi di Eropa itu masih double digit sebesar 10%, begitu pula di Inggris 10,7% sehingga level suku bunga yang ada di Eropa dan Inggris tentu belum dianggap memadai untuk menjinakkan inflasi tersebut,” ujarnya.
Dia juga mencontohkan negara-negara emerging market, misalnya India dengan inflasi 5,9%, policy rate-nya juga sama 5,9% dengan Brasil, salah satu emerging market yang juga mengalami kenaikan inflasi pada level 7,85%.
Tetapi karena di Brazil dan Amerika Latin secara umum terjadinya inflasi memberikan memori secara historis yang tidak baik karena selama ini Amerika Latin termasuk kawasan yang inflasinya sering mengalami kenaikan yang sangat tinggi dalam jangka waktu yang panjang.
Sehingga respons dari kebijakan bank sentral juga cukup hawkish, bahkan policy rate suku bunganya sudah mencapai level 13,8%.
"Ini adalah lingkungan yang kita hadapi di dunia, dan dengan kenaikan suku bunga policy rate bank sentral dari negara-negara maju, dan bahkan negara emerging, tentu akan mempengaruhi kinerja dari perekonomian masing-masing yang cenderung akan melemah karena memang untuk menjinakkan inflasi," ujar Sri.
(FRI)