Dalam melakukan proyeksi tersebut, dia mengatakan bahwa Kementerian Keuangan menggunakan data dari agency yang kredibel dan memiliki otoritas di bidang minyak.
“Seperti international energi agency, mereka akan proyeksikan seperti apa. Mungkin kita akan lihat Bloomberg konsensus juga,” tambah Sri.
Sementara di sisi lain, doa menyebut bahwa volatilitas harga minyak juga terjadi akibat tekanan geopolitik, termasuk penggunaan bahan bakar minyak sebagai salah satu instrumen perang. Sehingga kemungkinan harga minyak dunia akan turun apabila outlook dari negara-negara maju masuk ke dalam resesi yang menyebabkan permintaan terhadap minyak juga ikut menurun.
“Tapi kita sudah tahu bahwa oil is becoming an instrument of war. Masing-masing menggunakannya itu,” tutup Menkeu Sri Mulyani. (RRD)