Berbagai negara menetapkan target dalam mengembangkan energi nol emisi, di antaranya Vietnam memiliki target untuk menjadi nol bersih pada 2050, sementara Indonesia menargetkan pada 2060. Filipina menargetkan memiliki 35% energi terbarukan pada 2030 dan sebanyak 50% pada 2040.
“Studi ini menunjukkan bagaimana negara-negara yang proaktif dan berpikiran maju dapat memodelkan jalur optimal dan mengadopsi rencana nol bersih yang dapat ditindaklanjuti," kata Carron.
Hasilnya menunjukkan bahwa negara-negara dapat memperoleh manfaat dari menambahkan lebih banyak energi terbarukan seiring pertumbuhan ekonomi mereka. Seiring waktu, pembangkit bahan bakar fosil yang tidak fleksibel dihapus dan diganti dengan energi terbarukan, seperti matahari dan angin, dan dengan kapasitas fleksibel untuk menyeimbangkan intermittensi terbarukan,” paparnya.
Mengembangkan sistem tenaga nol emisi memiliki manfaat ekonomi, karena biaya energi yang diperlukan lebih rendah dibandingkan sistem tenaga fosil. Sebagian besar negara yang ada di dunia telah merasakan manfaat ekonomi dari penggunaan tenaga surya dan angin yang menjadi tenaga pembangkit listrik.
Biaya perawatan sistem energi terbarukan juga jauh lebih rendah dibandingkan energi fosil. Model sistem nol emisi menunjukkan bahwa biaya yang digunakan dapat lebih optimal dengan menggunakan optimasi sistem tenaga dalam memaksimalkan efisiensi di setiap bagian.
"Net zero bukanlah mimpi yang jauh, itu mungkin," kata Carron.
“Pemodelan ini menunjukkan peta jalan yang jelas untuk mencapai nol bersih, yaitu dengan memperluas energi terbarukan secara cepat dan menambahkan aset fleksibel dalam dekade berikutnya, kita dapat membangun sistem tenaga netral karbon pada pertengahan abad. Langkah kunci yang sama dapat diterapkan di seluruh Asia Tenggara untuk dekarbonisasi. kekuatan dan masyarakat kita,” jelasnya. (NIA)
Penulis: Ahmad Dwiantoro