Irwandy menuturkan, upaya tersebut dilakukan guna menjembatani pelaku industri pertambangan bauksit agar mendapat akses yang mudah. Namun demikian, Kementerian ESDM mengakui bahwa hal itu tak mudah dilakukan, lantaran ada beberapa perusahaan yang sudah memiliki perjanjian dengan pihak lainnya.
"Mereka ada yang sudah punya perjanjian dengan pihak sponsor walau kemudian kenyatannya tersendat. Lalu soal pasokan energi, PLN sudah komitmen akan membantu mereka," sambungnya.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Septian Hario Seto juga mengakui, proyek hilirisasi mineral membutuhkan investasi yang cukup besar. Tak tanggung-tanggung, dia menyebutkan, proyek hilirisasi umumnya memerlukan investasi hingga lebih dari USD1 miliar.
"Saya jarang melihat proyek hilirisasi kurang dari USD1 miliar. Dengan struktur seperti itu, tidak hanya modal ekuitas yang diperlukan, tetapi juga pinjaman bank," ujarnya.
Seto menuturkan, banyak dukungan dari lembaga keuangan internasional, utamanya dari China untuk menyuntikkan modal mereka pada awal wacana proyek hilirisasi di Indonesia. Hal itu kemudian diikuti dengan ketertarikan perbankan nasional terhadap pembiayaan hilirisasi.
Selain itu, lanjut Seto, bank-bank di Singapura cukup agresif dalam membiayai proyek hilirisasi di Indonesia. Hal itu tak lepas dari realita di mana hanya sekitar empat sampai lima perbankan dalam negeri yang berkompeten untuk membiayai proyek tersebut. Rata-rata dari USD1 miliar itu, sebanyak 30% dari ekuitas dan 70% berasal dari pinjaman perbankan.