IDXChannel - Pasar Tanah Abang mendadak viral di media sosial karena dikabarkan sepi pengunjung.
Dibahas di media sosial Tiktok, terlihat kios-kios di Pasar Tanah Abang banyak yang tutup. Sepinya Pasar Tanah Abang berdampak pada turun drastisnya omzet penjualan dan membuat pedagang terpukul.
Dalam akun TikTok @boutiq_jakarta, diceritakan Pasar Tanah Abang yang makin sepi pembeli. Para pedagang mengungkapkan pasokan barang yang terus datang, tetapi jumlah pembelian terus berkurang setiap harinya.
“Pasar pun sudah pindah alam, sudah banyak orang nyaman dengan belanja daring. (Belanja) luring pun menjadi korban, setiap hari pasar sepi pengunjung,” ujar akun TikTok @boutiq_jakarta, dikutip Senin (11/9/2023).
Peran Penting Pasar bagi Perekonomian
Pasar adalah tempat di mana penjual dan pembeli bertemu. Dalam sejarahnya, pasar telah terbentuk sejalan dengan usia beradaban umat manusia.
Sebelum adanya pasar modern seperti mall, masyarakat memanfaatkan pasar tradisional untuk melakukan aktivitas ekonomi.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pasar rakyat mendominasi pusat perdagangan di Jakarta pada 2020, yaitu sebanyak 208 unit. Sebanyak 46 persen pasar rakyat di Jakarta telah beroperasi lebih dari 30 tahun.
Selain itu sebanyak 87,5 persen pasar rakyat telah berpengelola. Sementara pusat perdagangan lainnya, terdapat 96 pusat perbelanjaan, dan 62 toko swalayan. (Lihat grafik di bawah ini.)
BPS menyebutkan, Jakarta Pusat merupakan wilayah dengan jumlah pasar rakyat terbanyak di DKI Jakarta. Sementara itu, Kepulauan Seribu menjadi satu-satunya wilayah yang belum memiliki pusat perbelanjaan/toko swalayan.
Menurut data BPS, pasar yang dikelola oleh Perumda Pasar Jaya DKI Jakarta berjumlah 151 pada 2021.
Ini menunjukkan bahwa peran pasar tradisional masih cukup mendapat tempat di hati masyarakat. Terlebih, pasar Tanah Abang pernah menjadi yang terbesar di Asia Tenggara.
Bahkan, pedagang di Tanah Abang bisa meraih omzet jutaan rupiah per hari. Terutama menjelang hari-hari besar tertentu seperti Hari Raya Idul Fitri.
Dalam sejarahnya, pasar Tanah Abang pertama kali didirikan pada 1735 oleh Yustinus Vinck, sosok pejabat VOC. Yustinus Vinck mendirikan pasar ini atas izin dari Gubernur Jenderal Abraham Patras.
Saat itu, Pasar Tanah Abang diberi izin untuk berjualan tekstil serta barang-barang kelontong dan hanya buka setiap hari Sabtu. Oleh karena itu, Pasar Tanah Abang kala itu disebut sebagai Pasar Sabtu.
Selain dikenal sebagai Pasar Sabtu, orang-orang Belanda kerap menyebutnya dengan sebutan De Nabang karena saat itu banyak pohon nabang atau palem di sekitarnya. Oleh karena itu, saat ini Pasar Sabtu lebih dikenal dengan nama Pasar Tanah Abang.
Pasar Tanah Abang sendiri terdiri atas beberapa gedung, yaitu Gedung A, B, C, D, E, F, dan G yang menyediakan aneka kebutuhan bagi masyarakat.
Pasar Konvensional yang Semakin Ditinggalkan
Terdapat sejumlah faktor penyebab pasar Tanah Abang semakin sepi pembeli, di antaranya:
- Dominasi e-commerce
Teknologi mulai menggeser eksistensi pasar tradisional dengan munculnya pasar daring atau lebih populer dengan sebutan marketplace atau e-commerce.
Seiring dengan bertumbuhan pengguna internet, pasar daring juga semakin mudah dijangkau. Apalagi dengan semakin kuatnya dominasi platform marketplace seperti Shopee, TikTok Shop, Tokopedia, Blibli, Bukalapak, hingga Lazada.
Para pedagang pasar pun kini berusaha untuk mengikuti cara berjualan melalui strategi bisnis yang kini banyak digunakan dengan live shopping atau live streaming.
- Pergeseran kebiasan dan prioritas belanja
Menurut survei Kredivo bersama Katadata Insight Center (KIC), nilai rata-rata transaksi e-commerce pada 2022 meningkat dibandingkan tahun 2021, menunjukkan konsumen semakin nyaman untuk berbelanja online yang didorong oleh pandemi.
Sepanjang 2022, survei tersebut menemukan jumlah dan nilai transaksi e-commerce masih didominasi oleh kota-kota di tier satu yakni masing-masing sebesar 51,1 persen dan 56,8 persen.
Berdasarkan total nilai transaksi, proporsi beberapa kategori mengalami pergeseran, misalnya gadget dan aksesoris mengalami penurunan dari 37 persen pada 2021 menjadi 33,7 persen pada 2022.
Menariknya, proporsi nilai transaksi kategori fashion dan aksesorisnya, kesehatan dan kecantikan, serta otomotif mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya.
Perubahan ini menunjukkan adanya pergeseran prioritas pengeluaran konsumen di beberapa kategori seiring dengan berjalannya pemulihan ekonomi setelah pandemi.
- Besarnya biaya operasional toko konvensional
Naiknya harga sewa properti menjadi realitas yang tak terhindarkan. Hal ini sempat diungkapkan President Director Era Indonesia Darmadi Darmawangsa dikutip Rumah.com.
“Sektor properti di Indonesia selalu menarik karena pergerakan harga tanah dan properti hampir selalu lebih tinggi dibandingkan tingkat inflasi. Kita bisa lihat di Kelapa Gading, Jakarta Utara pada kurun tiga dekade terakhir. Tahun 1990 harga tanahnya Rp500 ribuan per meter persegi dan saat ini sudah Rp25 juta per meter persegi,” ujarnya.
Ini artinya ada kenaikan mencapai 5.000 persen dalam jangka waktu 30 tahun dan sangat jauh bila dibandingkan peningkatan inflasi.
Data inflasi periode 1990 hingga 2023 naiknya sebesar 600 persen sehingga hal ini menunjukkan grafik inflasi tidak bisa mengejar kenaikan harga tanah dan properti.