"Kita juga harus jadi harus jadi manajemen, terus anak-anaknya juga harus punya pendidikan yang lebih baik, kesehatan yang lebih baik di masa depan. Jangan mau jadi tukang gali saja," tukasnya.
Sebelumnya, IMF memberikan catatan tentang rencana hilirisasi nikel di Indonesia dalam dokumen "IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia".
Dalam dokumen tersebut, IMF menyampaikan kebijakan Indonesia seharusnya berlandaskan analisis terkait biaya dan manfaat lebih lanjut. Kebijakan juga harus mempertimbangkan dampak-dampak terhadap wilayah lain.
IMF lantas mengimbau Indonesia mempertimbangkan kebijakan penghapusan bertahap terhadap pembatasan ekspor nikel serta tidak memperluas pembatasan ekspor ke komoditas lainnya.
Merespons hal itu, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan, IMF mendukung tujuan hilirisasi untuk mendorong transformasi struktural dan penciptaan nilai tambah serta lapangan kerja, namun IMF menentang kebijakan larangan ekspor.
"Menurut analisa untung ruginya yang dilakukan oleh IMF itu adalah pertama, menimbulkan kerugian bagi penerimaan negara dan yang kedua berdampak negatif terhadap negara lain," ujar Bahlil beberapa waktu lalu.
Bahlil juga menilai bahwa pemikiran tersebut sangatlah keliru, sebab IMF sendiri mengakui kalau pertumbuhan ekonomi dan neraca perdagangan Indonesia dalam kondisi yang baik.
"Saran saya, dia (IMF) mendiagnosa saja kepada negara-negara yang hari ini lagi susah, enggak usahlah campur-campur mengurus Indonesia. Indonesia ini kan diakui pertumbuhan ekonomi baik, dia (IMF) mengakui Indonesia perdagangan kita udah baik, ini standar ganda nih menurut saya. Ada apa di balik ini?," tegasnya.
(FRI)