IDXChannel - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melaporkan realisasi penerimaan pajak hingga Mei 2024 mencapai Rp 760,38 triliun atau 38,23 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024.
Menkeu menyebut, pada Kamis (27/6/2024), kinerja pajak di Mei 2024 terbilang mengalami perlambatan bila dibandingkan dengan kinerja pada April yang mencapai 31,38 persen. (Lihat grafik di bawah ini.)
Dikatakan angka Mei 2024 mengalami perlambatan karena angka ini dibandingkan dengan penerimaan pajak April 2024 yang naik signifikan dari sebelumnya 19,81 persen pada Maret 2024.
"Pajak kita telah terkumpul hingga Mei Rp 760,38 triliun. Kalau kita lihat ini artinya 38,23 persen sudah kita kumpulkan dari target. Ini naik kalau dibandingkan bulan lalu Rp 624,19 triliun," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTA, pada Kamis (27/6).
Penerimaan perpajakan terkontraksi 8,02 persen (yoy) pada April, mencapai Rp719,91 triliun atau 31,17 persen dari target.
Penurunan penerimaan perpajakan tersebut dipengaruhi oleh penurunan Penerimaan Pajak 9,29 persen (yoy), dengan realisasi mencapai Rp624,19 triliun alias 31,38 persen dari target.
Sementara itu, Penerimaan Kepabeanan dan Cukai Rp95,72 triliun (alias 29,82 persen dari target), meningkat 1,29 persen (yoy).
Catatan Kemenkeu, perlambatan ini dipicu oleh Pajak Penghasilan (PPh) Migas yang tercatat Rp 29,31 triliun. Angka tersebut turun hingga 20,64 persen yang disebabkan oleh penurunan lifting migas.
“Penurunan PPh Migas karena pelemahan harga komoditas yang menyebabkan perusahaan mengalami penurunan keuntungan di banding 2023 dan oleh karena itu pembayaran pajaknya mengalami penurunan,” kata Bendahara Negara Sri Mulyani.
Ia menambahkan, lambatnya lifting migas mendorong lemahnya penerimaan pajak meskipun harga minyak stabil dan penguatan dolar AS idealnya dapat memberi keuntungan karena pendapatan dalam mata uang rupiah akan meningkat.
Di lain pihak, PPh Non Migas juga terkontraksi sedikit 5,41 persen. PPh Non Migas sendiri tetap menjadi penyumbang pajak terbesar dibandingkan komponen lainnya. PPh Non Migas tercatat mencapai Rp 443,72 triliun atau 41,73 persen dari target.
Selanjutnya ada PPN dan PPnBM yang menjadi kontributor kedua terbesar dengan perolehan mencapai Rp 282,34 triliun atau 34,8 persen. Berbeda dari pajak lainnya, PPN dan PPnBM mencatatkan peningkatan hingga 5,72 persen sejalan dengan kinerja pertumbuhan ekonomi.
Beban APBN 2025
Fungsi APBN sebagai peredam kejut alias shock absorber mendapat tantangan di tahun depan di tengah melambatnya penghasilan negara. APBN 2025 juga rentan terpapar tekanan eksternal dan internal.
Dari sisi internal, beban APBN tahun depan diproyeksi akan mengalami kenaikan karena adanya program makan gratis yang menyedot angka Rp71 triliun.
Hitung-hitungan ini disampaikan Anggota Bidang Keuangan Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Thomas Djiwandono dalam Konferensi pers kondisi fundamental ekonomi terkini dan Rencana Anggaran dan Belanja Negara (APBN) 2025.
Angka ini menjadi batas kesepakatan antara pemerintah sekarang dan pemerintah yang akan datang.
Namun demikian, tim ekonomi Prabowo menekankan, alokasi tersebut tetap akan melewati pembahasan APBN di DPR.
"Tadi angka Rp71 triliun yang sudah disampaikan adalah kesepakatan antara pemerintah sekarang, dan pemerintah yang akan datang. Tentunya kita harus menunggu proses siklus APBN di DPR nanti itu juga penting digarisbawahi," kata Thomas, Senin (24/6/2024).
APBN tahun depan juga berkewajiban membayar utang jatuh tempo yang nilainya mencapai Rp 800 triliun, hingga suntikan modal kepada badan usaha milik negara (BUMN).
Kementerian BUMN sendiri mengusulkan penyertaan modal negara (PMN) BUMN senilai Rp 57,8 triliun secara kumulatif untuk 2024-2025. Adapun alokasi dana PMN tahun ini, yang mengacu pada buku Nota Keuangan APBN 2024, mencapai Rp 40,7 triliun.
Dalam kesempatan berbeda, Menkeu Sri Mulyani melaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait rencana alokasi anggaran untuk pos perlindungan sosial (perlinsos) 2025 mencapai kisaran Rp496,9 triliun hingga Rp513 triliun dalam Rapat Paripurna penyampaian KEM-PPKF, Senin (20/5/2024).
Kondisi ini menjadi beban anggaran serius bagi pemerintahan baru.
Sebelumnya, melansir dari Bloomberg, Jumat (14/6) Prabowo dikabarkan berencana mendanai janji kampanyenya, termasuk makan siang gratis dengan meningkatkan rasio utang Indonesia.
Bloomberg mengatakan, putra mantan ekonom terkemuka Soemitro Djojohadikoesoemo ini akan meningkatkan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 2 poin persentase setiap tahun selama lima tahun ke depan.
Peningkatan bertahap akan memberikan ruang bagi tim ekonominya untuk menyesuaikan diri terhadap hambatan jika dibandingkan dengan menambah utang sekaligus.
Hal ini akan membuat utang negara mendekati 50 persen dari PDB pada akhir masa jabatan dalam lima tahun dari sekitar 39 persen pada 2024. Kondisi ini berpotensi mencapai tingkat share tertinggi sejak 2004.
Walaupun Prabowo sebelumnya telah membicarakan kemungkinan meningkatnya utang negara selama masa kampanye, komitmennya untuk melakukan hal tersebut dan rincian bagaimana hal itu akan dilakukan sebelumnya tidak diketahui. (ADF)