Dalam skema penyelamatan, Kementerian BUMN akan memetakan ke 36 perusahaan penyewa pesawat tersebut, dimana, perusahaan yang tetap digandeng oleh Garuda. Nantinya, pemegang saham dan manajemen melakukan negosiasi ulang dengan lessor yang masih menjadi mitra maskapai penerbangan pelat merah itu.
Akar persoalan berikut adalah rute penerbangan. Erick mencatat, rute penerbangan internasional tidak memberi dampak signifikan bagi pemasukan Garuda. Tercatat, hanya 22 persen saja atau sekitar Rp300 triliun yang dikontribusikan.
Sementara, pasar domestik mencapai 78 persen atau sebesar Rp 1.400 triliun. Karena itu, pemegang saham akan merubah model bisnis Garuda, khususnya, difokuskan pada rute penerbangan domestik.
"Karena memang banyak negara yang pasti harus melakukan ekspansi internasional karena memang negaranya sepulau atau setitik. Kita ya nggak perlu dengan kekuatan domestik kita bermain dengan market yang sama dengan mereka karena itu beda bisnis model," kata dia.
Saat ini Kementerian BUMN tengah berkoordinasi dengan sejumlah pihak terkait, terutama dengan Kementerian Perhubungan untuk mensinkronkan bisnis Garuda Indonesia dan sejumlah infrastruktur yang dikelola.
"Ini kesempatan sinkronisasi dengan kementerian lain kalau airportnya titik yang dibuka, dari airport titik itu maka Garuda bisa menyebar ke 20 kota. Tapi titik airport itu dibuka, tapi dari titik ke dalam domestik hanya Garuda ataupun misalnya penerbangan swasta," tutur dia.