IDXChannel – Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mengatakan bahwa kawasan Asia Tenggara (ASEAN) merupakan incaran produk crossborder atau produk lintas batas global ilegal.
Menurutnya, ASEAN menjadi incaran karena nilai produk domestik bruto yang mencapai USD3,62 triliun, dan kontribusi ekspor ASEAN terhadap dunia mencapai 8,39 persen dari total ekspor dunia dengan nilai USD2,05 triliun.
Namun, di tengah potensi tersebut, Teten menekankan pentingnya memperhatikan pertumbuhan para pelaku UMKM agar tidak tergerus oleh perdagangan ilegal lintas batas negara.
“Saya ingin menyoroti pentingnya untuk memastikan kemampuan UMKM kita tumbuh dengan menjaga perbatasan kita dari perdagangan ilegal lintas batas negara yang mengakibatkan terjadinya predatory pricing,” ucap Menteri Teten dalam acara Business Colective Action Coalition Conference: Strengthening Business Integrity: Creation a sustainable Economic Community in the ASEAN Indo-Pacific Region yang diselenggarakan oleh Koalisi Anti Korupsi Indonesia (KAKI) di Jakarta, Rabu (27/9/2023).
Lebih lanjut Teten menuturkan, pada masa Keketuaan Indonesia di ASEAN 2023, pihaknya telah mengusulkan pembentukan Lembaga Pembiayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah ASEAN yakni AMSEF untuk wadah pemberdayaan dan bantuan keuangan guna mendorong inklusivitas bisnis UMKM di kawasan.
Tidak hanya itu, pihaknya juga telah melakukan beberapa kegiatan seperti dialog kebijakan mengenai ekonomi sirkular di kalangan UMKM di ASEAN dan KTT Bisnis Inklusif Keenam, yang menghasilkan komitmen para pemimpin ASEAN untuk mendorong Komunitas Ekonomi ASEAN yang kuat, inklusif, dan terintegrasi secara global.
“Pada kesempatan yang sama, kami juga menyoroti bagaimana ASEAN memastikan komunitasnya untuk mendukung produk lokal dan regional,” ujar Teten.
Teten meyakini, Asia Tenggara sangat relevan untuk menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dunia dan cocok menjadi pusat produksi dan industrialisasi global yang berbasis pada keunggulan domestik.
Gagasan utamanya adalah hilirisasi sumber daya alam, yang dapat dicapai melalui transfer teknologi, pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan, dan meminimalkan, bahkan menghilangkan, dampak negatif terhadap lingkungan.
“UMKM harus dilibatkan dalam proses hilirisasi ini agar dampaknya lebih luas dan signifikan,” tuturnya.
Menurut Teten, inisiatif percontohan seperti model factory sharing yang telah dibuat oleh KemenKopUKM di beberapa wilayah di Indonesia siap diterapkan di seluruh kawasan ASEAN.
“Beberapa diantaranya adalah nilam atau minyak atsiri di Aceh, furnitur di Jawa Tengah, pengolahan daging sapi di Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara untuk pengolahan serat kelapa, dan Kalimantan Timur untuk biofarmaka,” pungkasnya.
(FRI)