Padahal, konten yang diunggahnya dianggap serupa dengan konten lainnya yang beredar di platform Tiktok. Misalnya saja, salah satu kontennya yang berdiri di sunroof mobil dianggap berbahaya, padahal ada konten lain yang juga berdiri di atas mobil namun tetap beredar di TikTok.
"Itu dikategorikan TikTok aksi berbahaya (naik di sunroof) yang dikhawatirkan orang bisa melihat dan meniru. Padahal setelah saya cek ada konten Jokowi juga seperti itu, tapi karena ada caption saya yang mengkritik, maka dibilang postingan berbahaya," jelas dia.
Menurutnya, penghapusan akunnya secara permanen dianggap tidak sesuai dengan regulasi yang ada. Mulkan mengatakan, penghapusan TikTok seharusnya memiliki penetapan pengadilan sesuai dengan Pasal 26 ayat (3) UU ITE.
"Nyatanya Tiktok selama ini langsung saja melakukan penghapusan, blokir, dan lain-lain," tambahnya.
Mulkan meminta PN Bekasi memerintahkan TikTok untuk memulihkan kembali akunnya yang hilang dan membayar kerugian materil sebesar Rp7,8 juta, serta kerugian immateril Rp3 miliar. Dia juga meminta PN Bekasi memerintahkan agar TikTok membuka kantor di Indonesia serta membuat permohonan maaf.
(FAY)