sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Transisi Energi, Erick Thohir Pastikan Indonesia Tak 'Nyontek' Negara Lain

Economics editor Suparjo Ramalan
05/12/2022 16:17 WIB
Perbedaan transisi energi tersebut lantaran 75 persen wilayah di Tanah Air adalah laut, dan merupakan kepulauan.
Transisi Energi, Erick Thohir Pastikan Indonesia Tak 'Nyontek' Negara Lain (Foto: MNC Media)
Transisi Energi, Erick Thohir Pastikan Indonesia Tak 'Nyontek' Negara Lain (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memastikan transisi energi di Indonesia tidak akan mencontek negara lain. Pasalnya, kondisi lapangan di Indonesia sangat berbeda dengan negara luar.

“Indonesia kan negara kepulauan, tidak semua pulau memiliki (sumber) EBT. Ini yang perlu dicari solusinya, yaitu menyambungkan kabel antar pulau dengan transmisi. Jadi kita dukung EBT dengan transisi,” kata Erick, Senin (5/12/2022). 

Menurutnya, perbedaan metode transisi energi tersebut lantaran 75 persen wilayah di Tanah Air adalah laut, dan merupakan kepulauan. 

“Kita harus memetakan soal EBT ini, karena kita beda dengan Amerika, Eropa, dan China yang berbentuk satu pulau. Kita kepulauan, 75% laut. Sehingga kunci logistik adalah penting,” ujarnya.

Menurutnya, berbagai upaya terus menjadi pertimbangan pemerintah dalam proses transisi menuju EBT. Salah satu yang mengemuka adalah program Pensiun Dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). 

”Yang kita inginkan dalam mengkonsolidasikan kelistrikan ini, kita tidak mau mengikuti pola pikir negara-negara lain," tutur dia. 

Dia mencatat transisi menuju EBT di Indonesia tidak dapat disamakan dengan negara lain, karena dilihat harga jual ke masyarakat. Artinya bila transisi energi dalam negeri dilakukan serentak akan berdampak pada daya beli masyarakat. 

"Kalau di luar negeri itu, bayar listrik dan BBM lebih mahal, (tidak masalah) asal green (berbasis EBT), (masyarakatnya) tetap beli. Nah kalau di Indonesia itu belum siap. Tingkat kemiskinan dan kesenjangan masih terasa. Itu yang harus kita perhatikan," ucap dia.

Demikian juga dengan industri dalam negeri. Erick mengatakan, pelaku usaha juga akan menjadi tidak kompetitif jika dibebani harga listrik yang mahal.  

"Itulah makanya pemerintah mengambil posisi 2060 (untuk target Net Zero Carbon), bukan 2050. Kementerian BUMN juga mengambil posisi, kita lakukan kesepakatan tetapi tidak menyebabkan (pelaku usaha) mati besok. Kalau besok mematikan, industri kita collapse," ungkap Erick.

Erick menyebutkan bahwa cetak biru penghentian dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap berkapasitas total 15 Giga Watt (GW) terus dilakukan secara bertahap. Di sisi lain, Indonesia juga memiliki potensi pengembangan EBT, seperti panas bumi yang berpotensi menghasilkan energi sebesar 24 GW. 

"Itu belum termasuk potensi pengembangan EBT dari tenaga angin, air, hingga matahari," katanya. 

(DES)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement