Demikian juga dengan industri dalam negeri. Erick mengatakan, pelaku usaha juga akan menjadi tidak kompetitif jika dibebani harga listrik yang mahal.
"Itulah makanya pemerintah mengambil posisi 2060 (untuk target Net Zero Carbon), bukan 2050. Kementerian BUMN juga mengambil posisi, kita lakukan kesepakatan tetapi tidak menyebabkan (pelaku usaha) mati besok. Kalau besok mematikan, industri kita collapse," ungkap Erick.
Erick menyebutkan bahwa cetak biru penghentian dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap berkapasitas total 15 Giga Watt (GW) terus dilakukan secara bertahap. Di sisi lain, Indonesia juga memiliki potensi pengembangan EBT, seperti panas bumi yang berpotensi menghasilkan energi sebesar 24 GW.
"Itu belum termasuk potensi pengembangan EBT dari tenaga angin, air, hingga matahari," katanya.
(DES)