Manajer Kampanye Energi dan Perkotaan Eksekutif Nasional Walhi, Dwi Sawung, mengatakan, pemerintah seolah memberikan kesan limbah B3 hanya dapat dimanfaatkan jika dikategorikan sebagai limbah non-B3. Padahal, limbah B3 masih dapat dimanfaatkan dengan melalui berbagai pengujian karakteristik yang spesifik berdasarkan sumber masing-masing limbah B3 tersebut, sebagaimana diatur pada PP Nomor 101 tahun 2014.
"Pengubahan limbah-limbah B3 menjadi limbah non-B3 secara keseluruhan, tanpa melalui uji karakteristik setiap sumber limbah spesifik, menunjukkan pemerintah telah bertindak secara sembrono dan membebankan risiko kesehatan di pundak masyarakat," ujarnya.
Menurut dia, selama ini pemerintah belum berhasil melakukan pengawasan secara seksama, menegakkan hukum secara efektif, dan mengendalikan pencemaran lingkungan hidup yang berdampak pada kesehatan masyarakat.
Sebagai contoh, kasus pembuangan limbah FABA dan SBE di Panau, Sulawesi Tengah. Penimbunan FABA mengakibatkan masyarakat terkena dampak pencemaran dari abu batubara yang ditimbun sembarangan membuat gangguan pernafasan, bahkan sudah ada korban yang meninggal.
Contoh lainnya, di beberapa tempat antara lain di Kalimantan Tengah dan Jakarta, pembuangan limbah pengolahan minyak sawit mengakibatkan ikan-ikan mati dan warga mengalami gatal-gatal dan gangguan kulit. Uji sampel yang dilakukan selama ini oleh pihak berwenang tidak pernah diperlihatkan hasilnya, dan dilakukan tanpa melibatkan masyarakat terdampak pencemaran tersebut.