Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi menganggap kebijakan tersebut adalah kebijakan yang gagal. Sebab bukan pemerataan harga yang dihasilkan, justru yang gagal kelangkaan karena target yang dicita-citakan pemerintah tersebut tidak tercapai.
"Pemerintah gagal memahami psikologi konsumen dan supply chain-nya, serta belum ada kebijakan minyak goreng dari hulu dan hilir. Akhirnya, dari seluruh kebijakan pemerintah sia-sia dan tidak efektif sampai hari ini,” kata Tulus.
Akhirnya jika hal demikian yang sudah terjadi barulah pemerintah mengambil kebijakan untuk mengatur ekspor minyak goreng dengan mengalokasikan sebesar 20% produksi untuk pemenuhan pasar dalam negeri.
Menurutnya persoalan hulu dan hilir minyak goreng ini mesti dituntaskan, sayangnya belum ada aksi komprehensif untuk menyelesaikannya. Tulus menduga masalah harga minyak ini seperti ada sindikat atau semacam.kartel.
"Bahkan KPPU bilang hanya ada empat perusahaan yang menguasai perdagangan minyak goreng di Indonesia. Pemerintah, melalui Polri dan KPPU mesti mengusut dugaan kartel dan kemungkinan adanya penimbunan,” pungkasnya.
(NDA)