IDXChannel - Indonesia sebagai negara berkembang membutuhkan sumber pendanaan dalam melakukan pembangunan nasional. Usaha yang dilakukan pemerintah salah satunya adalah dengan utang luar negeri.
Bagi negara berkembang termasuk Indonesia, pesatnya aliran modal merupakan kesempatan yang bagus guna memperoleh pembiayaan pembangunan ekonomi, termasuk dari utang.
Berdasarkan catatan BI, Posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir triwulan III 2022 tercatat sebesar USD394,6 miliar. Angka ini sejatinya turun dibandingkan dengan posisi ULN pada triwulan II 2022 sebesar USD403,6 miliar.
Jumlah ini terdiri dari utang pemerintah mencapai USD182,3 miliar, turun 11,3% dibanding triwulan sebelumnya USD187,3 miliar. Adapun utang bank sentral mencapai USD8,2 miliar dan utang swasta USD204 miliar hingga triwulan akhir 2022.
Posisi utang paling besar menurut sektor ekonomi merujuk data BI per September 2022, digunakan untuk beberapa sektor. Enam sektor terbesar di antaranya jasa keuangan dan asuransi sebesar USD70,5 miliar. (Lihat tabel di bawah ini.)
Adapun untuk pertambangan dan penggalian mencapai USD40,2 miliar, industri pengolahan USD38,9 miliar, pengadaan listrik, gas, hingga pemanas USD42,9 miliar, jasa kesehatan dan kegiatan sosial USD45 miliar, jasa pendidikan USD30,2 miliar. Merujuk data BI, alokasi dana utang ini di angka yang cukup konstan dari tahun ke tahun.
Secara keseluruhan, pada triwulan tiga, BI mencatat penggunaan utang terbesar adalah di sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial mencapai 24,6%, jasa Pendidikan 16,6%, administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib 15,2%, kostruksi 14,2% dan jasa keuangan dan asuransi 11,6%.
Memang, dalam setahun terakhir utang luar negeri berhasil diturunkan. Namun, dalam 10 tahun terakhir, ada tren kenailan utang yang dipengaruhi beberapa faktor. Termasuk pandemi dan kenaikan suku bunga acuan. Pada 2010, jumlah utang luar negeri RI masih berada di level USD155 miliar. Utang luar negeri ini mencapai angka tertinggi pada 2021 dengan nilai mencapai USD423,4 miliar pada 2021. (ADF)