Kedua ekonom sepakat bahwa tantangan ke depan terletak pada sisi penerimaan dan kualitas belanja pemerintah.
Josua mencermati target rasio penerimaan 2026 yang sebesar 12,24 persen PDB menuntut akselerasi reformasi administrasi pajak agar program prioritas seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), kesehatan, dan energi yang tidak menekan ruang fiskal.
Sementara itu, Syafruddin menyarankan agar pemerintah mengubah volume belanja dengan kualitas hasil. Strategi ini, menurutnya, akan efektif bila uang utang cepat berubah menjadi kontrak, produksi, dan upah, bukan hanya menjadi sisa saldo di akhir tahun.
Kesimpulannya, tambahan utang pada 2026 bersifat terukur dan kredibel untuk mendorong pertumbuhan selama pemerintah konsisten menjaga defisit di bawah 3 persen, menjaga pagar risiko portofolio, serta memperbaiki rasio penerimaan sambil mengarahkan pembiayaan kepada belanja bernilai tambah.
(NIA DEVIYANA)