Arif mengatakan penerapan ini sejalan dengan strategi awal Organisasi Maritim Internasional tentang pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca dari sektor Pelayaran yaitu penurunan total emisi gas rumah kaca tahunan dari pelayaran internasional setidaknya 50 persen pada tahun 2050 dibandingkan pada tahun 2008 dan mengurangi intensitas karbon dari pelayaran internasional untuk mengurangi emisi CO2 sekitar 40 persen pada tahun 2030 dan mengejar upaya menuju 70 persen pada tahun 2050.
Selain itu, fasilitas OPS menimbulkan penghematan dan efisiensi bagi konsumsi energi dan biaya BBM yang dikeluarkan kapal ketika sandar di pelabuhan. Selain memberikan penghematan biaya, fasilitas OPS juga berperan besar dalam mengurangi emisi gas buang kapal sebesar 75 persen hingga 93 persen.
“Hal ini juga sesuai dengan komitmen Pemerintah Indonesia untuk menurunkan Emisi Gas Rumah Kaca sebesar 29 persen pada tahun 2030 kepada PBB lewat dokumen Nationally Determined Contribution (NDC),” tuturnya.
Adapun penerapan Onshore Power Supply di pelabuhan bagi kapal yang berlayar di perairan Indonesia dapat disediakan oleh Badan Usaha Pelabuhan (BUP) pada terminal yang dikonsepsikan dengan Pemerintah harus dilakukan dengan cara yang aman dan memadai, untuk keperluan operasional kapal selam bersandar dan melakukan kegiatan kepelabuhanan sehingga tidak menggunakan sumber tenaga dari mesin bakar (combustion engine) yang ada di kapal.
Pengoperasian fasilitas listrik darat (OPS) di pelabuhan bagi kapal yang berlayar di perairan Indonesia oleh BUP dapat berupa sertifikat layak operasi yang dikeluarkan oleh Badan Klasifikasi yang ditunjuk. BUP harus mendokumentasikan data penggunaan fasilitas listrik darat (Onshore Power Supply/OPS) di pelabuhan dan melaporkannya kepada Direktur Jenderal Perhubungan Laut melalui penyelenggara pelabuhan secara berkala setiap tahun.