- Girik.
Istilah girik atau tanah girik lazim digunakan untuk tanah yang belum memiliki akta sertifikat. Girik hanya sebuah surat kuasa atas tanah yang meliputi pengusaan tanah secara adat. Bentuk surat girik biasanya Surat Keterangan Tanah yang ditandatangani oleh kepala desa setempat. Dalam girik tertera nomor, luas tanah, dan pemilik hak karena jual beli atau warisan.
Tanah girik yang belum memiliki sertifikat resmi, menyebabkan harga tanah girik jauh lebih rendah dibandingkan dengan tanah yang berstatus Hasil Guna Usaha dan Sertifikat Hak Milik. Meski demikian, tanah girik masih dapat diubah menjadi AJB (Akta Jual Beli) yang kemudian didaftarkan sebagai SHM atau SHGU di Badan Pertanahan Nasional terdekat.
- Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU).
Peraturan Sertifikat Hak Guna Usaha tertuang dalam UUPA Nomor 5 Tahun 1960. Hak Guna Bangunan adalah hak properti yang mengusahakan tanah milik negara untuk usaha pertanian, peternakan, atau perikanan. Durasi pemakaian tanah yang berstatus HGU ini adalah 30 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 25 tahun.
Perlu diketahui, bahwa luas tanah yang dijadikan HGU minimal 5 hektare dan maksimal 25 hektare. Hanya warga Indonesia dan badan hukum yang berkedudukan di Indonesia yang berhak memiliki Sertifikat Hak Guna Usaha. Pemegang HGU dapat menggunakan SHGU sebagai jaminan dengan dibebani hak tanggungan.
- Sertifikat Hak Pakai.
Sertifikat Hak Pakai adalah hak guna properti yang diberikan kepada pihak lain dengan tujuan untuk dikembangkan. Sertifikat Hak Pakai dapat diberikan kepada WNI, warga asing baik individu atau badan hukum yang berkedudukan di Indonesia. Sama seperti HGB, Hak Pakai juga memiliki masa berlaku selama 30 tahun dan perpanjangan selama 20 tahun.
Namun, yang membedakan dengan HGB, Hak Pakai dapat diperbarui kembali selama 30 tahun sesuai kesepakatan dengan pemegang hak atas tanah. Properti yang mengantongi Sertifikat Hak Pakai biasanya dimiliki oleh negara atau perorangan. (FHM)