Persoalan impor, menurut dia, tidak sesederhana yang dibayangkan. Di mana bayangan impor sebatas meliputi pemenuhan angka pasokan atau stok pangan belaka.
"Masalah ini sejatinya merupakan cermin dari ketidaksiapan kita dan carut-marut aspek mendasar kebijakan dan ketahanan pangan nasional kita. Padahal reformasi sudah berlangsung hampir 23 tahun. Saya melihat hal ini sangat mendasar, yakni kelemahan dalam kebijakan pangan untuk petani," kata Zulhas.
Dia menilai dengan kekayaan alam yang dimiliki dan potensi sumber dayanya, Indonesia seharusnya mampu untuk swasembada pangan, bukan justru sebaliknya. Dimana, para petani berubah menjadi buruh tani akibat kehilangan lahan karena terpaksa harus dijual.
"Ini justru petani kehilangan lahannya, berubah menjadi buruh tani di negaranya sendiri di kisaran angka atau dirugikan akibat kebijakan yang salah ini. Karena akhirnya terpaksa menjual lahan dan menjadi buruh tani di lahan milik leluhur mereka sendiri," pungkasnya. (RAMA)