Ia mendapati ternyata minyak cengkeh yang dioleskannya ke dada dapat meredakan sesak nafasnya. Dari situ, ia terpikir untuk meracik tembakau kering yang sudah diiris dan dicampur dengan cengkeh, lantas dilinting dengan daun jagung kering untuk dibakar dan dihisap.
Saat racikan ini dibakar, muncul suara ‘kretek…kretek’ dari cengkeh yang terbakar. Dari sinilah nama ‘kretek’ mulai digunakan. Sejak saat itu, racikan Djamhari menyebar luas ke masyarakat. Orang dengan keluhan yang sama memintanya untuk dibuatkan racikan ini.
Industri Kretek Dibesarkan di Kudus
Setelah Haji Djamhari mempopulerkan kretek, peluang bisnis ini ditangkap oleh Nitisemito, pria kelahiran Kudus yang kini dikenal sebagai raja kretek pada masanya. Nitisemito memproduksi kretek merek Tjap Bal Tiga.
Ia berhasil memasarkan kreteknya hingga ke Jakarta, Kalimantan, Sumatera, bahkan hingga terkenal di Belanda. Nitisemito-lah yang pertama kali membuat industri kretek dalam skala besar.
Pada masanya, pabrik Nitisemito bahkan mampu mempekerjakan 10.000 karyawan dan memproduksi rokok kretek hingga 10 juta batang dalam sehari.