Lantas, Qais meminta pembantunya untuk memberi kejelasan pada orang-orang yang memiliki utang padanya, bahwa ia memutihkan utang semua orang padanya. Alias, Qais telah merelakan pinjaman itu, yang artinya pula, orang-orang itu tak lagi berutang padanya.
Tak lama setelah pengumuman itu, orang-orang mulai berduyun-duyun datang menjenguknya. Sebuah riwayat bahkan mengatakan bahwa pintu rumahnya sampai rusak karena begitu banyak orang yang berdesakan menjenguknya.
Hal ini sejalan dengan ajaran Islam, bahwa utang tetaplah harus dibayar. Status utang tersebut akan tetap jelas, kecuali jika sang pemberi pinjaman secara eksplisit merelakan pinjaman itu untuk tidak dibayarkan.
Kejelasan status utang tetap harus ditegakkan agar tidak ada kesalahpahaman antara pemberi dan penerima pinjaman.
Kemurahan hati Qais bin Sa’ad ini begitu melegenda, hingga salah seorang sahabat Rasullulah SAW sampai berkata, “Kalau kita biarkan pemuda ini dengan kemurahan hatinya, niscaya harta ayahnya akan habis tidak tersisa,”