Dari situ, fokus ide bisnisnya mengerucut ke pedagang pasar, karena saat itu belum banyak yang mau membantu pedagang pasar untuk masuk ke ranah digital dan persaingan pasar dengan supermarket sudah semakin sengit.
“Akibatnya pangsa pasar tradisional itu terganggu, ter-disrupt, banyak pembeli yang akhirnya tidak lagi ke pasar. Pasar jadi sepi, pedagang omzetnya turun. Padahal Indonesia punya 16.000-an pasar,” sambungnya.
Henri juga masih yakin, masih banyak orang Indonesia yang pergi ke pasar sehari-hari. Akhirnya, Henri memantapkan pilihan untuk membuka Titipku. Tujuannya sederhana, yakni membantu pedagang pasar untuk melewati transisi digital.
Titipku menawarkan jatipers, atau kurir belanja yang dapat dititipi untuk belanja di pasar-pasar. Jatipers ini adalah warga-warga lokal yang tinggal di sekitar pasar, mereka bertugas untuk belanja. Perannya sama seperti personal shopper.
Pengguna Titipku dapat berbelanja melalui aplikasi. Memilih pasar sendiri, lalu memilih kios pedagang sendiri, lalu memilih barang belanjaannya sendiri. Jatipers lalu akan mengambil pesanan, mengecek kualitasnya, dan mengantarnya ke pembeli.