Kisah Inspiratif Butet Manurung: Sokola Membantu Masyarakat Adat agar Mandiri
Sepanjang perjalanannya mengajari anak-anak rimba di dalam hutan, Butet dan rekan-rekannya banyak membantu permasalahan yang dihadapi masyarakat adat. Sejak dulu, menurutnya, masyarakat adat menghadapi banyak masalah.
Dilansir dari insideindonesia.org (8/3), tiap-tiap suku di wilayah yang berbeda, kata Butet, menghadapi masalah yang berbeda. Ada yang menghadapi pembalakan liar, ada yang menghadapi ancaman bom ikan.
Namun di samping ancaman-ancaman itu, masyarakat adat juga menghadapi stigma orang-orang yang tinggal di luar hutan. Masyarakat modern cenderung memandang mereka sebelah mata dan sulit menerima adat istiadat suku yang telah berlaku turun temurun.
Di sinilah Butet dan Sokola Rimba juga berperan, ia dan rekan-rekan relawan mengajari keahlian yang diperlukan untuk menghadapi ancaman dari luar, sekaligus menghadapi masyarakat di luar. Sehingga, Sokola yang dulu fokus mengajari literasi, kini berkembang menjadi pendidikan advokasi masyarakat adat.
“Kita juga mengajarkan orang rimba untuk memahami ‘orang luar’, agar mereka bisa membantu orang luar memahami mereka. Dulu orang rimba sering diejek, mereka malu dan menangis. Sekarang tidak, karena mereka juga diajarkan untuk memahami perspektif orang luar,” tutur Butet.
Butet mengaku, Sokola Rimba tak mampu menyelesaikan semua permasalahan yang dihadapi masyarakat adat di penjuru Indonesia. Oleh sebab itu, ia dan institut yang dibangunnya kini fokus pada pengajaran yang dapat membantu masyarakat adat untuk mandiri.
“Identifikasi masalah harus datang dari mereka, kami hanya memfasilitasi sehingga mereka mampu menyelesaikan masalah sendiri, menjalin jaringan sendiri, dan membela masalahnya sendiri. Mereka tentu tidak bisa merampungkan semua masalah, tapi setidaknya mereka tahu ke mana harus bertanya,” lanjut Butet.
Kisah Inspiratif Butet Manurung: Lebih Baik Tidur Enak Bangun Miskin
Butet mengaku, mempertahankan Sokola Rimba tidaklah mudah. Selain masalah kaderisasi, ia dan rekannya juga kerap menghadapi masalah pendanaan. Dalam wawancara dengan insideindonesia.org, Butet mengaku pembuatan film tak lantas membuat dana berdatangan ke Sokola Rimba.
Dana-dana yang datang, kata Butet, sebagian justru datang dari pihak-pihak yang masuk dalam daftar hitam Sokola Rimba, yakni perusahaan-perusahaan yang punya rekam jejak buruk pada kehidupan masyarakat adat.
“Biarpun ngiler, terpaksa harus kami tolak karena tidak etis. Daripada enggak enak nelan makan seumur hidup, kerikil nancep di tenggorokan enggak akan hilang-hilang. Mending tidur enak tapi bangun miskin,” ucap Butet.
Ia dan rekan-rekannya sepakat untuk menolak pendanaan dari pihak-pihak yang masuk dalam daftar hitam itu. Sokola Rimba juga tidak mau menerima bantuan beragenda politik dan agama.
“Namun ini tergantung komunitasnya. Ada komunitas yang sudah berinteraksi dengan kelompok agama tertentu jauh sebelum Sokola datang. Lembaga-lembaga netral malah tidak banyak yang tertarik, alasannya karena lokasi-lokasi di pedalaman. Susah dikunjungi dan dipublikasikan,” lanjutnya.
Sokola Rimba kini telah berjalan selama satu dekade lebih. Banyak relawan yang telah bergabung dengan Sokola dan turut terjun ke lapangan untuk menyediakan pendidikan ke anak-anak rimba.
Dilansir dari website resti Sokola Rimba, saat ini institusi tersebut menjalankan 11 program untuk masyarakat adat yang berbeda. Ada Sokola Pesisir, Hokola Humba, Sokola Tengger, Sokola Asmat, Sokola Kaki Gunung, dan lain-lain.
Tercatat ada 30 orang tergabung dalam tim Sokola Rimba, termasuk di antara Butet sendiri. Dalam jajaran relawan itu, dua di antaranya adalah murid anak rimba yang pernah diajari Butet.
Berkat tekad kuat dan jasa besarnya ini, Butet mendapat banyak penghargaan internasional. Di antaranya adalah ‘Nobel Asia’ Ramon Magsaysay Award 2014, Time Magazine’s Hero of Asia 2004, Unesco’s Man dan Biosphere Award 2001, dan lain-lain.
Demikianlah seulas kisah inspiratif tentang Butet Manurung, perempuan tangguh yang memperjuangkan hak-hak masyarakat adat lewat pendidikan. (NKK)