Dia lantas meminta kepada mantri waktu satu minggu untuk pelunasan biaya perawatan. Umiyani berupaya mendapatkan pinjaman sana-sini, tapi tak ada satu pun yang memiliki uang untuk dipinjam sebentar.
Kebetulan saja, rumah tetangganya menjadi tempat berkumpul kelompok peminjam bank emok. Umiyani lantas bergabung dengan kelompok ibu-ibu tersebut. Berbekal KTP suami dan miliknya, serta KK, dia mendapatkan pinjaman Rp1,5 juta.
Namun pinjaman yang diterimanya hanya Rp1,35 juta, karena ada biaya administrasi dan simpanan tabungan Rp150.000 yang harus diendapkan. Pinjaman itu harus dicicilnya selama 50 minggu dengan angsuran Rp37.500 tiap minggu.
Jika ditotal, Umiyani harus mengembalikan Rp1,87 juta, sekian ratus ribu lebih tinggi dari nilai pinjaman yang diterimanya. Umiyani mengaku banyak ibu-ibu di desanya terjerat utang bank emok karena kemudahan pencairannya.
Apalagi, banyak peminjam yang menggunakan utang tidak sesuai peruntukkan. Pinjaman yang mestinya dijadikan modal usaha itu malah digunakan untuk kebutuhan konsumtif. Pada akhirnya, banyak yang terjerat siklus gali lubang dan tutup lubang karena bank emok.