“Dari sebagian penjualan batik ini, kami salurkan untuk mendukung biaya terapi menggambar teman-teman berkebutuhan khusus,” lanjut Dini.
Insting bisnis dalam diri Dini telah muncul sejak kecil. Kedua orang tuanya memang PNS, tapi memiliki usaha sampingan penggemukan sapi, dari sinilah Dini terinspirasi untuk ikut berjualan. Sejak SD Dini sudah mulai jualan kecil-kecilan.
Jualan kecil-kecilan ini berlanjut hingga SMP, SMA, hingga kuliah. Sampai akhirnya Dini terbiasa dengan proses bisnis dan mengembangkan bisnisnya sendiri. Baru dengan Indogarment dan Dama Kara-lah Dini mulai serius menggarap bisnis.
Dulu saat Dama Kara diluncurkan, brand ini hanya dikenal oleh teman-temannya saja. Dalam sebulan pun Dini hanya menjual puluhan potong pakaian. Namun perlahan-lahan brand ini mulai dikenal konsumen secara luas.
Penjualan yang mulanya hanya puluhan, berkembang menjadi ratusan potong per bulan, lalu menjadi ribuan potong per bulan. Damakara berkembang secara organik, karena modal awalnya hanya Rp15 juta yang kemudian digulung terus menjadi modal kerja.