Awalnya dia berupaya membangun komunitas usaha dengan pembuatan sulam pita, namun upaya itu tidak berdampak besar pada perekonomian ibu-ibu di kampungnya. Selain itu, awalnya juga banyak ibu-ibu yang menolak pendirian komunitas itu.
Namun berkat tekadnya yang bulat, akhirnya pada 2005 berdirilah komunitas Kampoeng Kue. Dia mengajak ibu-ibu untuk mengikuti pelatihan kue. Lambat laun, komunitasnya berjejaring dengan beragam LSM khusus perempuan, serikat buruh, dinas pemda setempat, perusahaan swasta, hingga BUMN dan universitas.
Nama Kampoeng Kue semakin terkenal dan memungkinkan promosi yang lebih luas. Awal pendirian, semua pendanaan masih berasal dari kantong pribadinya. Karena menyadari pentingnya pendanaan, Mahpuduah mengusulkan urunan dana anggota.
Urunan pertama menghasilkan modal untuk dijadikan simpan pinjam bagi anggota yang membutuhkan modal untuk membuat kue. Lambat laun, anggota komunitas yang awalnya hanya tiga orang, bertambah menjadi 10 orang, lalu kini menjadi 63 orang.
Setiap anggota menyetorkan simpanan pokok sebesar Rp50.000 dan simpanan wajib Rp10.000 per bulannya. Ditambah dengan akses permodalan yang terbuka berkat jejaringnya, pendanaan Kampoeng Kue makin mudah.