Komite yang dipimpin oleh Cipto itu mengumpulkan uang untuk mengirim telegram ke Ratu Wilhelmina, juga membuat selebaran-selebaran untuk menyadarkan rakyat bahwa perayaan kemerdekaan dengan menggelontorkan uang dan tenaga rakyat tersebut adalah penghinaan bagi pribumi.
Puncaknya, Soewardi menuliskan artikel ‘Andai aku seorang Belanda’ di sebuah surat kabar. Tulisan tersebut telak memukul pemerintah kolonial, dan sebagai akibatnya, Soewardi dan Cipto dipenjarakan.
Tak lama kemudian, pemerintah kolonial membuang tiga serangkai tersebut ke Belanda karena propaganda anti-Belanda. Namun saat dibuang di negeri kincir angin pun, ketiganya tetap aktif berpolitik dengan menerbitkan majalah yang menceritakan situasi Hindia Belanda. Tujuannya, agar orang Belanda dan orang Indonesia di Belanda tahu kebenaran.
Pembuangan ke Belanda bukanlah yang pertama dan terakhir bagi Cipto. Sepanjang kariernya berpolitik dan berorganisasi, Cipto juga pernah diasingkan ke daerah-daerah Indonesia yang tidak berbahasa Jawa.
Dewan Hindia pada masanya menyarankan gubernur jenderal untuk mengasingkan Cipto ke daerah yang tidak berbahasa Jawa. Namun di tempat pembuangannya di Madura, Aceh, Palembang, Jambi, dan Kaltim, Cipto masih membahayakan pemerintah Hindia Belanda.