Dia berkali-kali diasingkan di daerah yang berbeda, dan akhirnya meninggal dunia dalam masa pengasingannya. Saat Cipto mulai sakit—ketika itu pengasingannya di Banda—dia ditawari surat perjanjian, di mana dia dibolehkan pulang ke Jawa asalkan tidak lagi berpolitik.
Namun Cipto menolak tawaran tersebut, dan berkata lebih baik mati di Banda daripada melepas hak politiknya. Pada akhirnya dia dialihkan ke Bali, Makassar, dan dipindahkan ke Sukabumi. Dia meninggal pada 8 Maret 1943, pada masa kependudukan Jepang.
Cipto dimakamkan di TMP Ambarawa. Karena jasa-jasa dan perjuangannya untuk Indonesia, Cipto Mangunkusumo dikenang sebagai tokoh pergerakan kemerdekaan. Namanya diabadikan.
Itulah kisah tentang nama pahlawan di uang Rp200 perak, dr. Cipto Mangunkusumo.
(Nadya Kurnia)