“Maksimal hasilnya saat itu 2 kilogram, kalau dirupiahkan hanya Rp2.000,” ujarnya mengenang masa lalu, Selasa (21/9/2021). Kesulitan hidupnya semakin bertambah ketika ayahnya sakit dan ibunya memutuskan berpisah.
Namun, kala itu Yoan lebih memilih tinggal bersama ayahnya agar bisa membantu merawat. Kepahitan hidup Yoan semakin bertambah, ketika teman-teman sekolahnya kerap membully. Hampir setiap hari dia harus menerima cemoohan dari teman-teman di sekolah. "Mereka bully karena kedua orang tua saya pisah, terutama pada saat ayah jatuh sakit," katanya.
Namun, Yoan tidak pernah berkecil hati. Bahkan, sikap yang diterimanya tersebut menjadi modal agar lebih bisa lebih baik daripada orang yang membullynya. "Kalau sekarang ketemu, saya perlakukan mereka dengan baik. Itukan masa anak-anak," ucapnya.
Setelah ayahnya meninggal pada 2008, Yoan yang masih berusia 11 tahun dirawat saudaranya. Namun, dengan berbagai alasan, dia pindah ke rumah ibu.
"Amanah almarhum ayah, saya bisa satu tempat tinggal bersama ibu, kalau ayah sudah meninggal dunia," kata gadis yang punya hobi menari tersebut. Saat duduk di bangku SMP, dia mulai menekuni tari-tarian. Kebetulan, salah seorang anggota keluarganya memberikan kesempatan untuknya agar ikut berlatih menarih dan mengikuti sejumlah perlombaan di Kota Padangsidimpuan.