Terkait jumlah saham short selling, Jeffrey menyebut akan lebih sedikit dibandingkan jumlah saham transaksi margin. Hal itu mengingat, investor lebih paham risiko transaksi margin, sementara untuk memahami risiko transaksi short selling masih membutuhkan waktu lebih panjang lagi.
"Nantinya peraturan baru yang disusun mengacu POJK Nomor 6, setelah berlaku dan sudah ada AB, maka daftar efek short sellingnya akan ditinjau ulang mengacu kepada kriteria baru," tutur Jeffrey.
Sebagai informasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6 Tahun 2024 (POJK 6/2024). Aturan itu mengatur tentang Pembiayaan Transaksi Efek oleh Perusahaan Efek Bagi Nasabah dan Transaksi Short Selling oleh Perusahaan Efek.
POJK 6/2024 ini merupakan penyempurnaan dari ketentuan yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 55/POJK.04/2020 (POJK 55/2020) tentang Pembiayaan Transaksi Efek oleh Perusahaan Efek Bagi Nasabah dan Transaksi Short Selling oleh Perusahaan Efek.
Penerbitan POJK 6/2024 bertujuan meningkatkan likuiditas dan pendalaman pasar keuangan melalui pembiayaan transaksi margin dan/atau transaksi Short Selling serta memperkuat manajemen risiko bagi Perusahaan Efek yang memberikan pembiayaan transaksi Efek kepada nasabah ataupun Perusahaan Efek yang melakukan transaksi Short Selling.
(DES)