Diungkapkan Airlangga, pajak karbon hatus disesuaikan dengan perdagangan karbon. Oleh karena itu, diperlukan penetapan insentif dan disinsentif.
"Mesti ada insentif dan disentif. Dua-duanya haru kita laksanakan karena pajak karbon diperlukan juga untuk mengantisipasi CBAM, Carbon Border Adjustment Mechanism, yang akan diberlakukan di Eropa di tahun 2025," tuturnya.
Ia pun berharap kepada perusahaan-perusahaan peserta carbon trading sudah memiliki karbon kredit melalui bursa karbon. Kemudian, pemerintah menetapkan pajak karbon untuk melengkapi mekanisme tersebut. Sehingga kedua hal tersebut harus saling melengkapi.
Sekadar informasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah resmi menerbitkan aturan perdagangan karbon melalui bursa karbon. Aturan itu tertuang dalam Peraturan OJK Nomor 14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon atau POJK Bursa Karbon.