IDXChannel - Saham emiten BUMN Karya PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) bergerak liar selama dua hari terakhir di pekan ini. Di tengah situasi tersebut, perusahaan pelat merah ini baru saja mengumumkan penundaan pembayaran pokok sukuk perseroan.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), saham WIKA sempat terbang 24,10 persen pada Kamis (14/12/2023). Lonjakan tersebut tampaknya berkaitan dengan aksi spekulasi buy the dip (membeli saham saat koreksi).
Maklum, saham WIKA sempat ambles 8 hari beruntun, selama 4-13 Desember lalu. Total penurunannya pun fantastis, yaitu minus 49,22 persen.
Saham WIKA sempat terbang tinggi 14,18 persen di awal perdagangan Jumat (15/12), tetapi turun ke bawah hingga ditutup minus 0,83 persen di akhir sesi II.
Sejak awal tahun (year to date/YtD), saham WIKA anjlok 70,00 persen, sedangkan dalam 5 tahun terakhir terjun bebas 84,76 persen.
Penurunan tajam saham WIKA terjadi seiring perusahaan menelan rugi bersih Rp5,84 triliun selama 9 bulan 2023 atau kuartal III-2023, meningkat tajam dari rugi periode sebelumnya yang hanya Rp27,96 miliar.
Selain itu, investor tampaknya mengantisipasi penundaan pembayaran pokok sukuk WIKA dan aksi pangkas rating oleh lembaga pemeringkat efek PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo).
Hal ini dikonfirmasi sendiri oleh manajemen WIKA dalam Tanggapan atas Permintaan Penjelasan atas Volatilitas Transaksi Efek PT Wijaya Karya (Persero) Tbk kepada BEI tertanggal 15 Desember 2023.
“Terkait informasi atau fakta material yang dapat mempengaruhi nilai efek, Perseroan telah melakukan Keterbukaan Informasi [14 Desember 2023] terkait penundaan pembayaran pokok Sukuk Mudharabah Berkelanjutan I Wijaya Karya Tahap I Tahun 2020 Seri A dan akan tetap melakukan Pembayaran Pendapatan Bagi Hasil Sukuk Mudharabah Berkelanjutan I Wijaya Karya Tahap I Tahun 2020 Seri A, B dan C sesuai dengan nilai dan jadwal pembayaran dalam perjanjian perwaliamanatan,” jelas Corporate Secretary WIKA Mahendra Vijaya dalam keterangan tertulis kepada bursa.
Selain itu, jelas Mahendra Vijaya, perseroan juga telah menyampaikan Keterbukaan Informasi atas adanya penilaian dari Pefindo sebagai Credit Rating Agency Perseroan dimana pada tanggal 13 Desember 2023 telah dilakukan penilaian pada surat berharga Perseroan dan Pefindo memberikan rating idCCC dengan kategori Credit Watch dari sebelumnya idBBB dengan kategori negative outlook.
“Tindakan pemeringkatan ini terkait dengan keterbukaan informasi tanggal 4 Desember 2023 dimana WIKA belum memperoleh persetujuan dari pemegang Sukuk Mudharabah Berkelanjutan I Tahap I Tahun 2020 seri A senilai Rp184 Miliar yang akan jatuh tempo pada tanggal 18 Desember 2023,” jelas Mahendra.
Alarm Peringatan
Penundanaan pembayaran pokok obligasi, atau dalam kasus WIKA sukuk, dan disertai penurunan peringkat oleh lembaga pemeringkat kredit seringkali menciptakan ketidakpastian di pasar modal.
Hal tersebut bisa memicu aksi jual signifikan atau--dalam kasus terburuk, seperti pada Waskita (WSKT)--suspensi (penghentian perdagangan efek) oleh bursa.
Investor yang merasa risiko meningkat mungkin cenderung menjual saham mereka, yang pada gilirannya dapat menyebabkan perubahan harga saham dengan cepat dan dalam jumlah yang signifikan.
Penurunan peringkat juga mencerminkan potensi masalah finansial yang dihadapi oleh perusahaan. WIKA, sebagai perusahaan konstruksi dan infrastruktur, sangat bergantung pada dukungan finansial untuk melaksanakan proyek-proyeknya.
Masalah finansial, seperti utang yang tinggi atau ketidakmampuan untuk memenuhi kewajiban keuangan, dapat menciptakan ketidakpastian signifikan bagi investor. Hal ini dapat memberikan dampak negatif terhadap reputasi perusahaan dan mengakibatkan penurunan kepercayaan dari pemegang saham.
Asal tahu saja, rasio utang dibandingkan ekuitas (debt to equity ratio/DER) WIKA sangat tinggi, mencapai 787,63 persen. Angka tersebut berada jauh di atas aturan umum (200 persen-300 persen) untuk perusahaan konstruksi.
Per 30 September 2023, total liabilitas WIKA tercatat sebesar Rp55,68 triliun, dengan total ekuitas yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk hanya Rp7,07 triliun.
Alasan Tunda Bayar Pokok Sukuk
WIKA mengaku mengalami keterbatasan modal kerja dalam melunasi Sukuk Mudharabah Berkelanjutan I Wijaya Karya Tahap I tahun 2020 Seri A senilai Rp184 miliar.
Perseroan mengakui keterbatasan modal kerja pada akhir tahun tersebut menjadi salah satu dasar pertimbangan memutuskan penundaan pelunasan utang.
“Proyeksi arus kas perseroan di akhir tahun 2023 di mana perseroan memiliki keterbatasan dan memprioritaskan penggunaan kas untuk modal kerja sebagai bagian dari langkah penyehatan perseroan,” kata Corporate Secretary WIKA Mahendra Vijaya, dikutip Jumat (15/12).
Selain alasan modal, penundaan memenuhi kewajiban ini juga didasari kondisi perseroan yang masih dalam status restrukturisasi keuangan. Mahendra menyebut WIKA memberlakukan equal treatment kepada seluruh kreditur pemegang surat utang.
Pilihan yang diambil entitas BUMN Karya ini sejatinya merupakan buntut dari kegagalan memperoleh persetujuan investor dalam Rapat Umum Pemegang Sukuk (RUPSU) selama dua kali, tercatat pada 20 Oktober 2023 dan 30 November 2023.
Saat itu, WIKA mengusulkan adanya penundaan jatuh tempo pembayaran pokok Sukuk Mudharabah Berkelanjutan I Wijaya Karya Tahap I Tahun 2020 Seri A selama dua tahun. Karena gagal dapat restu, maka jatuh tempo utang yang sudah di depan mata terpaksa ditunda.
Terlepas dari hal itu, Mahendra memaparkan pihaknya menegaskan tetap melakukan pembayaran pendapatan bagi hasil untuk Sukuk Mudharabah Berkelanjutan I Wijaya Karya Tahap I Tahun 2020 seri A, B, dan C.
Sebagai informasi, WIKA resmi menunda pembayaran Sukuk Mudharabah Berkelanjutan I Wijaya Karya Tahap I tahun 2020 Seri A senilai Rp184 miliar. Padahal, jatuh tempo sukuk pada Senin (18/12/2023) pekan depan.
Sebagai catatan, Sukuk Mudharabah Berkelanjutan I Wijaya Karya Tahap I Tahun 2020 memiliki nilai pokok keseluruhan senilai Rp500 miliar, yang terbagi dalam tiga seri.
Seri A berjangka waktu tiga tahun terhitung sejak tanggal 18 Desember 2020 dengan jumlah sebesar Rp184 miliar. Seri B memiliki jangka waktu lima tahun senilai Rp159 miliar, dan Seri C bertenor 7 senilai Rp157 miliar.
Pefindo Pangkas Rating
Sebelumnya, Pefindo memangkas peringkat korporasi dan Obligasi Berkelanjutan WIKA menjadi idCCC. Ini juga berlaku untuk Sukuk Mudharabah Berkelanjutan dengan peringkat idCCCsy.
Prospek peringkat perusahaan direvisi menjadi CreditWatch dengan implikasi negatif, dari sebelumnya prospek negatif.
Pefindo menilai WIKA tidak berhasil memperoleh persetujuan dari pemegang Sukuk Mudharabah Berkelanjutan I Tahap I tahun 2020 seri A senilai Rp184 miliar yang jatuh tempo pada 18 Desember 2023.
“Dalam pandangan kami, ada kemungkinan yang besar bahwa WIKA tidak akan dapat memenuhi pembayaran pokok Sukuk tersebut secara penuh dan tepat waktu,” tulis Pefindo dalam keterangannya, Rabu (13/12).
Ini mengingat WIKA dalam posisi standstill untuk memenuhi kewajiban bank dan sedang dalam proses menyelesaikan skema restrukturisasi keuangan.
Menurut Pefindo, ketidakmampuan WIKA melunasi jatuh tempo sukuk dalam waktu dekat dapat menyebabkan penurunan peringkat.
“Kami dapat meninjau kembali peringkat dan prospek dari CreditWatch dengan implikasi negatif, jika WIKA mampu melunasi jatuh tempo Sukuk yang akan datang secara tepat waktu,” tulisnya.
Rencana ke Depan
Pihak WIKA pun menjawab pertanyaan BEI terkait rencana tindakan korporasi setidaknya dalam 3 bulan ke depan.
Mahendra menjelaskan, perseroan disetujui untuk mendapatkan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp6 Triliun dengan target pencairan dilakukan paling lambat pada Kuartal I Tahun Anggaran 2024. Oleh karenanya Perseroan berencana melaksanakan Penambahan Modal dengan Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) alias rights issue.
Hal tersebut sebagaimana telah diungkapkan Perseroan dalam penyampaian Pengumuman Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa pada tanggal 7 Desember 2023 dan sesuai dengan penjelasan Pasal 23 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2023 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2024 Jo lampiran VII Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2023 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun Anggaran 2024.
Selain terkait PMN dan rights issue, jelas Mahendra, WIKA juga berencana untuk mengadakan kembali Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO) dan Rapat Umum Pemegang Sukuk (RUPSU) atas Obligasi dan Sukuk Mudharabah Berkelanjutan Perseroan yang belum memenuhi kuorum keputusan atas persetujuan pengesampingan kewajiban keuangan Perseroan untuk laporan keuangan konsolidasian Perseroan Tahun Buku 2023. (ADF)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.