Kini, pasca pemecatan, Truss dikabarkan tetap melanjutkan upaya pemotongan pajak, namun tanpa didanai oleh paket ekonomi pemerintah. Kondisi Inggris saat ini dinilai sudah demikian mengkhawatirkan, hingga menuntut Truss untuk dapat bergerak cepat untuk melakukan penyelamatan.
Kondisi Inggris saat ini oleh sebagian pihak sudah dianggap mirip dengan perang industri yang terjadi tahun 1970-an. Keputusan berpisah dengan Uni Eropa pada 2016 lalu juga disebut mempersulit keadaan, dan telah 'menelan korban' tiga perdana menteri, sekaligus menghapus reputasi sebagai negara dengan kondisi ekonomi yang terprediksi.
"Ini menandai pertama kalinya dalam beberapa dekade, setidaknya sejak tahun 90an, bahwa pasar keuangan telah memaksa pemerintah dari ekonomi maju yang besar dengan bank sentralnya sendiri untuk menyerah pada ambisi fiskal inti," ujar Analis di konsultan Evercore, dalam laporan Reuters.
Sebagai gantinya, Truss telah menunjuk Jeremy Hunt, yang dulunya pernah menjabat sebagai menteri luar negeri dan kesehatan. Sejauh ini Truss telah membalikkan arah pada dua bagian dari rencana fiskalnya, yaitu menghapus tarif tertinggi 45 persen dari pajak penghasilan, dan menahan pajak perusahaan sebesar 19 persen, alih-alih membiarkannya naik menjadi 25 persen, seperti yang direncanakan oleh pendahulunya Boris Johnson. Kedua langkah tersebut akan menyediakan sekitar 20 miliar pound untuk keuangan publik. (TSA)
Penulis: Ribka Christiana