IDXChannel - Bursa saham Asia dibuka beragam pada Senin (14/7/2025), dibayangi oleh penurunan pada kontrak berjangka (futures) Wall Street menyusul kekhawatiran baru soal perang tarif Amerika Serikat (AS).
Meski tekanan pasar terasa, pelaku pasar masih berharap bahwa ancaman dari Presiden AS Donald Trump lebih bersifat gertakan politik ketimbang langkah nyata.
Melansir dari Reuters, Trump pada Sabtu menyatakan akan mengenakan tarif sebesar 30 persen atas sebagian besar impor dari Uni Eropa dan Meksiko mulai 1 Agustus, meskipun kedua pihak masih terlibat dalam negosiasi yang alot.
Uni Eropa menanggapi dengan memperpanjang penangguhan terhadap langkah balasan hingga awal Agustus sambil terus mendorong penyelesaian lewat jalur diplomasi. Namun, Menteri Keuangan Jerman menyerukan sikap tegas jika tarif benar-benar diberlakukan.
Pasar tampaknya sudah cukup terbiasa dengan gaya kebijakan Trump yang tidak terduga. Indeks saham hanya turun tipis dan pergerakan nilai tukar dolar terhadap euro juga relatif tenang.
"Sulit menilai apakah respons pasar yang tenang ini mencerminkan ketahanan atau justru sikap abai," kata ekonom pasar senior di NAB, Taylor Nugent. "Namun, tak mudah mematok harga berdasarkan rentetan tajuk berita tentang tarif, sementara negosiasi masih berlangsung,” imbuh Nugent.
Untuk saat ini, indeks MSCI saham Asia Pasifik di luar Jepang nyaris tidak bergerak, Shanghai naik 0,58 persen, Hang Seng Hong Kong terkerek 0,61 persen, KOSPI mendaki 0,30 persen.
Sementara Nikkei Jepang melemah 0,35 persen dan ASX 200 Australia minus 0,05 persen.
S&P 500 dan Nasdaq Futures masing-masing turun 0,4 persen. Musim laporan keuangan di AS dimulai pekan ini, dengan bank-bank besar dijadwalkan melaporkan kinerja pada Selasa.
LSEG IBES memperkirakan laba perusahaan S&P tumbuh 5,8 persen secara tahunan, turun dari proyeksi 10,2 persen pada awal April.
Analis di Bank of America mencatat bahwa ekspektasi pasar saat ini relatif rendah, dengan konsensus hanya memperkirakan pertumbuhan laba sebesar 4 persen dari kuartal sebelumnya yang mencatat kenaikan 13 persen.
"Kami memperkirakan kinerja keuangan hanya sedikit melampaui ekspektasi, sekitar 2 persen, di bawah rata-rata 3 persen dan pencapaian 6 persen kuartal lalu," kata mereka.
Di pasar obligasi, permintaan aset aman terlihat terbatas. Imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun stabil di level 4,41 persen. Kontrak berjangka suku bunga The Fed sedikit naik, mencerminkan ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter yang meningkat untuk tahun depan.
Meski Ketua Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell menyuarakan pendekatan yang sabar terkait pemangkasan suku bunga, Trump terus memberikan tekanan politik agar stimulus lebih agresif dilakukan. Penasihat ekonomi Gedung Putih Kevin Hassett bahkan menyebut Trump bisa saja memiliki alasan untuk memecat Powell karena pembengkakan biaya renovasi markas The Fed di Washington. Trump pun menambahkan bahwa pengunduran diri Powell akan menjadi hal yang baik.
Data inflasi konsumen AS per Juni akan dirilis pada Selasa dan berpotensi mulai mencerminkan tekanan harga dari tarif impor.
Namun, sebagian pengecer masih mengandalkan stok lama dan beberapa perusahaan memilih menyerap biaya ke margin keuntungan. Tekanan biaya pada rantai pasok diperkirakan terlihat pada data harga produsen dan harga impor, sementara data penjualan ritel akan memberikan gambaran soal daya beli masyarakat.
Dari China, pasar juga menanti rilis serangkaian data penting. Dimulai dari data perdagangan pada Juni pada Senin, disusul laporan penjualan ritel, produksi industri, dan pertumbuhan ekonomi keesokan harinya. (Aldo Fernando)