sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Bursa Asia Berguguran Selama Enam Pekan Berturut-turut, Ini Sebabnya

Market news editor Tim IDXChannel
23/09/2022 10:26 WIB
Bursa saham Asia kembali dibuka melemah pada perdagangan hari ini (23/9/2022).
Bursa Asia Berguguran Selama Enam Pekan Berturut-turut, Ini Sebabnya (Foto: MNC Media).
Bursa Asia Berguguran Selama Enam Pekan Berturut-turut, Ini Sebabnya (Foto: MNC Media).

IDXChannel - Bursa saham Asia kembali dibuka melemah pada perdagangan hari ini (23/9/2022). Bursa Asia menuju penurunan mingguan keenam menyusul lonjakan imbal hasil treasury AS setelah ekspektasi kebijakan moneter The Fed yang lebih ketat dan perlambatan ekonomi global.

Indeks Australia ASX turun paling dalam sebesar 1,85% atau 128,30 poin ke level 6.792,50. Indeks Shanghai China merosot 0,89% atau 27,66 poin ke level 3.081,25. 

Indeks Nikkei Jepang tergelincir 159,3 poin atau 0,58% ke level 27.153,83, dan Indeks Hang Seng hong Kong melorot sebesar 144,95 poin atau 0,80% ke level 18.003. 

Melansir Bloomberg, Imbal hasil treasury AS tenor 10 tahun melonjak 18 basis poin (bps) menembus 3,71% pada Kamis lalu (22/9), tertinggi dalam satu dekade. Sementara imbal hasil obligasi tenor 10 tahun Australia telah meroket 22 bps menjadi 3,90%.

Dolar AS bertahan perkasa mendekati rekor tertingginya. Sementara itu, Jepang melakukan intervensi untuk menopang Yen yang 'sakit" untuk pertama kalinya sejak 1998. 

Intervensi tersebut belum mengatasi penyebab yang mendasari pelemahan Yen. Kesenjangan yang menganga lebar antara pelonggaran kebijakan moneter dan kenaikan suku bunga di negara lain, membuat mata uang Yen rentan. 

Inggris, Swiss, dan Norwegia resmi menaikkan suku bunga acuan semalam. Sedangkan di Asia, kenaikan suku bunga terjadi di Filipina, Indonesia, dan Taiwan yang akan meredam sentimen pasar di wilayah tersebut.  

The Fed sudah memberi sinyal paling jelas, bahwa pihaknya bersedia mentolerir resesi sebagai trade-off yang diperlukan untuk kembali mengendalikan inflasi. Para pejabat memperkirakan pengetatan 1,25% lebih lanjut sebelum akhir tahun.

"Kami melihat jalur yang lebih tinggi untuk jangka waktu lebih lama, sehingga tidak hanya hawkish, tetapi juga berisiko buruk," kata Wakil Ketua Evercore ISI, Khrisna Guna dilansir dari Bloomberg, Jumat (23/9/2022). 

Mark Haefele dari UBS Global Wealth Management, Mark Haefele mengatakan, kurs dan inflasi yang tinggi menjadi tantangan untuk mengatur waktu kembali ke pasar tanpa kehilangan rebound. 

"Sebaliknya, kami tetap berinvestasi, tetapi juga selektif, dan memfokuskan preferensi kami pada tema pertahanan, pendapatan, nilai, diversifikasi, dan keamanan," tandasnya. (FAY)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement