Investor dengan toleransi risiko yang rendah, disebut sebagai investor konservatif. Sementara investor dengan toleransi risiko tinggi, disebut sebagai investor agresif. Maka, desain portofolionya dapat dibuat mengikuti profil risikonya ini.
Mengutip Indopremier Sekuritas (15/2), tujuan portofolio konservatif adalah untuk melindungi nilai aset dari gerusan inflasi. Sementara tujuan portofolio agresif, adalah untuk menghasilkan pertumbuhan modal dan imbal hasil (capital gain/dividen).
Bagaimana cara mendesain portofolio sesuai profil risiko? Pilihlah saham-saham sesuai profil risiko Anda. Jika Anda terbilang konsevatif, saham-saham berkapitalisasi pasar besar dan likuid, cocok untuk mengisi portofolio Anda.
Sementara jika Anda terbilang investor agresif, Anda bisa memilih saham-saham second liner, yakni saham perusahaan berkapitalisasi sedang-menengah dan masih memiliki potensi untuk bertumbuh.
Lalu bagaimana desain portofolio sesuai jenis strategi investasinya? Mengutip Ajaib Sekuritas, berikut penjelasannya:
Income Investing
Income investing adalah strategi investasi untuk menghasilkan keuntungan rutin dari dividen. Caranya tentu saja dengan membeli saham-saham yang secara historis terbukti rutin membagikan dividen setiap tahun.
Kriteria yang mesti diperhatikan antara lain:
- Perusahaan selalu mampu menumbuhkan pendapatan dari tahun ke tahun, sehingga berpotensi memberikan dividen secara rutin
- Besaran dividen yang diterima investor selalu bertumbuh tiap tahun
- Memiliki dividen yielad yang cukup besar, dividen yield adalah perbandingan antara besaran dividen yang dibayar dengan harga sahamnya
Growth Investing
Growth investing adalah strategi investasi dengan cara membeli saham yang berpotensi untuk terus bertumbuh pendapatan dan labanya di masa mendatang. Growth investing umumnya tidak terlalu mementingkan harga wajarnya.
Sebab selama emiten berpotensi untuk terus tumbuh, maka PBV yang melebihi satu dianggap wajar. Contoh saham yang cocok disebut sebagai growth stock adalah BBCA, di mana harganya sudah melampui nilai wajar, namun investor tetap bersedia antri beli.
Kriteria yang harus diperhatikan antara lain:
- Pertumbuhan earning per share (EPS) yang tinggi tiap kuartal terakhir bila dibandingkan dengan kuartal yang sama setahun sebelumnya
- Pertumbuhan return on equity (ROE) rata-rata 15-20% per tahun sejak lima tahun terakhir
- Emiten termasuk perusahaan dengan bisnis yang terus bertumbuh dan mampu menghasilkan rata-rata profit margin yang kuat selama lima tahun terakhir
Value Investing
Strategi ini populer dipraktikkan oleh Warren Buffet, investor ini mempelajarinya dari sang mentor, yakni Benjamin Graham. Fokus strateginya terletak pada pembelian saham potensial yang undervalue, atau dihargai pasar di bawah rata-rata nilai wajarnya.
Saham undervalue dianggap ‘murah’, sebab diyakini saham emiten tersebut mestinya dihargai lebih mahal, atau setidaknya sesuai dengan nilai wajarnya. Ketika investor membeli saham undervalue, ia berpotensi untuk mendapatkan pertumbuhan harga.
Namun perlu dipelajari baik-baik, apakah saham tersebut undervalue karena pasar tengah terkoreksi (umumnya karena faktor eksternal), ataukah karena fundamental perusahaannya memang kurang baik.
Kriteria yang harus diperhatikan adalah:
- Harga saham di bawah nilai wajarnya, atau PBV-nya di bawah 1
- Rasio debt to equity ratio (DER) yang kecil atau kurang dari 1
- Current ratio tinggi, karena current ratio yang tinggi menunjukkan bahwa emiten mampu membayar utang jangka pendek ketika terjadi krisis
- Pertumbuhan earning per share (EPS) yang positif minimal lima tahun terakhir
- Rasio price to earning (PER) kurang atau sama dengan 9.0
Salah satu investor Indonesia yang sukses dengan strategi value investasing adalah Lo Kheng Hong, di mana ia membeli saham PT United Tractor Tbk (UNTR) di saat krisis moneter dengan harga undervalue.
UNTR memiliki fundamental yang baik, namun performanya terpengaruh karena faktor eksternal (krisis). Sehingga begitu krisis usai dan ekonomi mulai pulih, bisnis UNTR pun ikut pulih dan harga sahamnya meroket.
Namun sekali lagi, saham undervalue harus dianalisa betul apa sebab harganya berada di bawah nilai wajarnya. Ini bertujuan agar investor yakin bahwa perusahaan tersebut memang potensial.
Itulah penjelasan tentang cara menyeimbangkan portofolio yang wajib diketahui investor pemula. (NKK)