Sebelumnya melansir Nikkei Asia Review, Jumat (8/3), pertumbuhan ekonomi yang lamban di negara-negara pembeli utama minyak sawit termasuk China diperkirakan akan membebani permintaan komoditas CPO dari pemasok utama seperti Indonesia. Mengingat, Indonesia sendiri tengah menghadapi penurunan ekspor.
Fadhil Hasan, ketua divisi luar negeri Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), mengatakan permintaan dari pembeli utama minyak sawit dari Indonesia diperkirakan akan lebih rendah tahun ini karena pertumbuhan mereka melemah. Selain China, Hasan mencontohkan Uni Eropa, India, dan Amerika Serikat (AS).
“Hal ini akan mempengaruhi permintaan produk minyak sawit karena terdapat korelasi yang cukup besar antara pertumbuhan ekonomi dengan permintaan minyak sawit,” kata Hasan pada Konferensi & Pameran Palm & Lauric Oils Price Outlook 2024 di Kuala Lumpur, Rabu.
Menurut Hasan, Indonesia akan memproduksi 54,4 juta ton minyak sawit pada tahun 2024, sedikit meningkat dibandingkan 53,2 juta ton tahun lalu. Namun dia memperkirakan ekspor akan turun menjadi sekitar 29,5 juta ton, dari perkiraan 32,2 juta ton pada tahun 2023.
Hasan juga mengatakan dia melihat perdagangan minyak sawit Indonesia berada pada kisaran USD900 hingga USD1.000 per ton.