Dwikorita menyebut, dalam kurun waktu 30 tahun terakhir, efek UHI relatif cukup kuat dirasakan. Sejumlah kota besar di Indonesia seperti Jabodetabek, Medan, Surabaya, Makassar, dan Bandung, sambungnya, termasuk dalam 20 persen kota dengan nilai Land Surface Temperature (LST) terbesar.
Menurutnya, permukaan yang kedap air dan lebih sedikit vegetasi menambah efek dari UHI tersebut.
Lebih lanjut, katanya, Badan Meteorologi Dunia (WMO) menyebut, tahun 2023 tercatat sebagai tahun terpanas sepanjang pengamatan instrumental. Anomali suhu rata-rata global mencapai 1,45 derajat Celcius di atas zaman pra industri.
Angka ini, sambungnya, nyaris menyentuh batas yang disepakati dalam Paris Agreement 2015 bahwa dunia harus menahan laju pemanasan global pada angka 1,5 derajat Celcius. Pada 2023, terjadi rekor suhu global harian baru dan terjadi bencana heat wave ekstrem yang melanda berbagai kawasan di Asia dan Eropa.
“Rekor iklim yang terjadi di 2023 bukanlah kejadian acak atau kebetulan, melainkan tanda-tanda jelas dari pola yang lebih besar dan lebih mengkhawatirkan, yaitu perubahan iklim yang semakin nyata," ucap Dwikorita.