Langkah ini juga jauh dianggap ramah lingkungan karena limbah sisa budidaya (bio-waste) dapat dikontrol sehingga mengurangi pencemaran lingkungan. Kajian tersebut rencananya akan dilakukan di daerah Lombok di atas lahan seluas 30 hektar.
Area ini sengaja dipilih mengingat sanitasi air di wilayah tersebut masih bersih serta jauh dari lingkungan pabrik. Dengan adanya perlakuan tersebut, perseroan berharap dapat menghasilkan ikan berkualitas tinggi dengan jumlah produktivitas yang besar.
William menyatakan nilai kerja sama ini diprediksi menyentuh angka US$80 juta di mana 85 persen dana pengembangannya diperoleh dari soft loan yang disediakan oleh pemerintah Norwegia. Diharapkannya langkah pengadopsian teknologi NAS ini dapat mengurangi hambatan proses budidaya perikanan dari segi infrastruktur.
Nantinya komoditas yang akan dibudidayakan meliputi udang vaname, ikan baramundi, dan lobster. Sebagai representatif dari Norwegian Engineers and Architects AS di Indonesia, Widya Utama, menyebut bahwa dengan menggunakan teknologi NAS untuk sektor perikanan, Indonesia bisa menjadi role model dalam budidaya ikan yang berkualitas.
Hal ini sejalan dengan harapan Bank Dunia agar Indonesia dapat memenuhi kebutuhan komoditas perikanan di seluruh dunia. Terkait implementasi teknologi NAS, Widya berharap proses instalasi infrastruktur yang akan digunakan dapat rampung pada kuartal IV-2023 sehingga proses produksi dapat dilakukan pada awal 2024.