IDXChannel - Harga minyak sawit mentah (CPO) melemah pada Rabu (12/11/2205) setelah dua hari kenaikan beruntun, tertekan oleh penguatan nilai ringgit yang membuat komoditas tersebut menjadi lebih mahal bagi pembeli yang memegang mata uang asing.
Kontrak berjangka (futures) acuan minyak sawit untuk pengiriman Januari di Bursa Malaysia Derivatives turun 0,34 persen ke posisi MYR4.123 per metrik ton pada jeda tengah hari. Dalam dua hari sebelumnya, kontrak ini naik 0,61 persen.
“Pasar bergerak lebih rendah karena penguatan ringgit menekan sentimen,” kata trader proprietary di perusahaan perdagangan Iceberg X Sdn Bhd yang berbasis di Kuala Lumpur, David Ng, dikutip Reuters.
Ringgit, mata uang acuan perdagangan minyak sawit, menguat 0,15 persen terhadap dolar AS menjadi 4,13 pada pukul 12.00 WIB, menyentuh level tertingginya dalam satu tahun.
Di bursa Dalian, kontrak minyak kedelai paling aktif naik 0,39 persen, sementara kontrak minyak sawit turun 0,21 persen. Harga minyak kedelai di Chicago Board of Trade menguat 0,16 persen. Minyak sawit cenderung mengikuti pergerakan harga minyak nabati pesaingnya karena bersaing dalam pangsa pasar global minyak nabati.
Harga minyak mentah relatif stabil setelah naik pada sesi sebelumnya, di tengah harapan bahwa berakhirnya penutupan pemerintahan terpanjang dalam sejarah Amerika Serikat dapat meningkatkan permintaan.
Pelemahan harga minyak mentah membuat minyak sawit menjadi pilihan yang kurang menarik sebagai bahan baku biodiesel.
Kementerian ESDM Indonesia melaporkan konsumsi biodiesel hingga 10 November 2025 mencapai 12,25 juta kiloliter fatty acid methyl ester (FAME) yang berasal dari minyak sawit.
Sementara itu, unit minyak nabati milik perusahaan dagang negara China, COFCO, menyatakan telah menandatangani perjanjian pembelian kedelai, minyak kedelai, minyak sawit, dan produk pertanian lainnya dari Brasil dengan total hampir 20 juta ton senilai lebih dari USD10 miliar. (Aldo Fernando)