Ibrahim menyoroti beberapa faktor utama yang mendorong penguatan harga emas dunia, antara lain data tenaga kerja Amerika Serikat (AS) yang dirilis belum lama ini, di mana jumlah pengangguran turun hingga 4,3 juta, lebih rendah dari ekspektasi pasar.
"Ini mengindikasikan bahwa ada kemungkinan besar Bank Central Amerika ini akan menurunkan suku bunga dalam pertemuan di minggu depan minggu di 16-17 September. Nah ini yang membuat spekulasi Bank Central Amerika menurunkan suku bunga sehingga banyak investor besar mengambil posisi beli sampai di level USD3.613 di hari Senin," tuturnya.
Tak hanya faktor ekonomi, gejolak politik di AS juga disebut Ibrahim turut berperan. Menurutnya, pada pekan depan menjadi momen yang krusial bagi perpolitikan AS, mengingat adanya sidang banding dari anggota Dewan Gubernur The Fed, Lisa Cook, terhadap pemecatan yang dilakukan oleh Presiden AS, Donald Trump.
"Di sini Trump sebagai eksekutif yang kemungkinan besar ini akan mendapatkan penolakan dari pengadilan. Nah ini pun juga membuat situasi perpolitikan di Amerika pun juga kembali meningkat," tambahnya.
Selain itu, Trump akan mengajukan banding ke pengadilan federal terkait keputusan sebelumnya yang menyatakan kebijakan perang dagangnya ilegal. Ketegangan perang dagang juga meningkat dengan India yang kini menantang kebijakan perdagangan AS dan mulai menggunakan mata uang regional BRICS untuk transaksi internasional.
"Trump sendiri sangat menentang bahwa perdagangan internasional itu cuma satu yaitu menggunakan dolar sehingga ada kemungkinan besar Trump akan mengenakan tarif 100 persen terhadap negara-negara anggota BRICS yang menggunakan mata uang regionalnya," kata Ibrahim.
Ketegangan geopolitik global pun turut memengaruhi pergerakan harga emas. Presiden Rusia Vladimir Putin dikabarkan mengancam akan melakukan serangan besar-besaran ke Ukraina jika NATO dan Amerika terus mencampuri konflik tersebut.
"Putin sudah mengancam kemungkinan besar akan melakukan penyerangan besar-besaran ya baik menggunakan drone, misil, dan lain-lain. Nah ini yang akan membuat tensi geopolitik di Eropa ini terus memanas," lanjutnya.
Sementara itu, situasi di Timur Tengah kian memanas menjelang sidang PBB. AS disebut menolak pemberian visa kepada sekitar 60 pejabat Palestina yang ingin hadir dalam forum internasional tersebut.
"Hampir 60 pejabat Palestina tidak mendapatkan visa untuk bergabung dalam sidang PBB. Nah di sisi lain pun juga hampir separuh wilayah kota Jalur Gaza sudah dikuasai oleh pasukan Israel dan ini pun mendapat kecaman-kecaman baik dari Mesir maupun Qatar," tuturnya.
(Febrina Ratna Iskana)