IDXChannel - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diproyeksi menyentuh level 8.150 pada akhir 2025. Pergerakan indeks diperkirakan berada di rentang 8.590-7.140.
Head of Equity Market Analyst and Strategy Mandiri Sekuritas, Adrian Joezer mengatakan, di tengah meningkatnya ketidakpastian global dan domestik, pasar saham akan mengalami ‘The Waiting Game’, menunggu kondisi lebih pasti.
Joezer menyebut, indeks akan menghadapi tekanan strategi bottom-up dan pada keadaan seperti ini. Oleh karena itu, sangat penting bagi investor untuk berfokus pada sektoral saat memasuki 2025.
“Kami mendorong para investor untuk berkonsentrasi pada area di mana perputaran uang akan meningkat, seiring dengan meningkatnya kebutuhan pendanaan menghadapi kondisi likuiditas yang masih ketat, dan volatilitas yang besar mungkin akan terus terjadi sampai adanya kepastian yang lebih besar,” kata Joezer dalam keterangan resminya, Jumat (22/11/2024).
Dari sisi sektoral, Joezer menuturkan, sektor konsumsi, sektor pangan, sektor properti, sektor telekomunikasi, sektor transportasi, dan ritel. Sementara di kuartal II- 2025, sektor-sektor yang disukai adalah perbankan, otomotif, dan ritel.
Prospek Obligasi di 2025
Sementara untuk pasar obligasi, Head of Fixed Income Analyst Mandiri Sekuritas, Handy Yunianto meyakini bahwa pasar obligasi akan memberikan return yang positif di 2024 dan 2025.
Hal itu didukung oleh sejumlah katalis positif, yaitu prospek penurunan suku bunga acuan BI Rate yang masih terbuka dengan tekanan inflasi yang relatif masih rendah, serta ekspektasi suku bunga The Fed akan terus turun sampai dengan 2025.
Selanjutnya, tekanan suplai Surat Berharga Negara (SBN) yang juga masih manageable karena pemerintah masih bisa menggunakan Saldo Anggaran Lebih, optimalisasi loan program, dan investment financing, transisi ke pemerintahan baru yang mulus.
“Serta, valuasi masih cukup menarik jika dibandingkan dengan yield yang ditawarkan oleh negara-negara berkembang dengan rating yang sama,” kata Handy.
Handy mengatakan, dari sisi risiko, pasar obligasi masih akan dipengaruhi dari global, yaitu hasil pemilu di AS dan eskalasi konflik geopolitik.
Kebijakan fiskal Trump, seperti pemangkasan pajak dan kenaikan tarif impor barang dan jasa dari luar diperkirakan dapat berdampak terhadap kenaikan inflasi, serta perlambatan ekspektasi penurunan suku bunga Fed Fund Rate.
Namun demikian, ada perkembangan menarik di pasar obligasi Indonesia, di mana korelasi imbal hasil US Treasury dan yield obligasi pemerintah Indonesia yang menurun, seiring dengan semakin besarnya dominasi investor domestik, tidak hanya dari investor institusi tetapi juga dari ritel.
“Bahkan tahun ini ritel adalah pembeli terbesar pasar obligasi pemerintah,” kata Handy.
(Fiki Ariyanti)