sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

IHSG Kerap Lesu di November, Saatnya Menahan Diri atau Justru Akumulasi?

Market news editor TIM RISET IDX CHANNEL
03/11/2025 07:19 WIB
Data pola musiman (seasonality) menunjukkan, selama sepuluh tahun terakhir, bulan ke-11 menjadi salah satu periode paling berat bagi (IHSG).
IHSG Kerap Lesu di November, Saatnya Menahan Diri atau Justru Akumulasi? (Foto: MNC Media)
IHSG Kerap Lesu di November, Saatnya Menahan Diri atau Justru Akumulasi? (Foto: MNC Media)

IDXChannel – Setiap kali memasuki November, kinerja pasar saham Indonesia kerap tersendat. Data pola musiman (seasonality) menunjukkan, selama sepuluh tahun terakhir, bulan ke-11 menjadi salah satu periode paling berat bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Namun, setelah masa suram itu lewat, indeks hampir selalu kembali bersinar di penghujung tahun berkat efek window dressing.

Sepanjang 2015–2024, IHSG hanya menguat 0,14 persen pada November, dengan peluang kenaikan hanya 30 persen. Pola ini tampak berulang, termasuk pada 2024 ketika indeks anjlok 6,07 persen, mengikuti tren koreksi yang juga sempat terjadi di 2016 dan 2022.

Tekanan di November kerap disebabkan aksi ambil untung menjelang tutup tahun dan rotasi portofolio oleh investor institusi. Namun, pelemahan itu biasanya hanya sementara. Memasuki Desember, IHSG hampir selalu berbalik arah, naik rata-rata 2,63 persen dengan probabilitas penguatan mencapai 80 persen. (Lihat tabel di bawah ini.)

Fenomena ini dikenal sebagai window dressing, ketika manajer investasi membeli saham untuk mempercantik laporan kinerja tahunan. Tren positif tersebut kerap berlanjut hingga Januari, yang juga memiliki peluang reli cukup besar.

Dengan pola musiman semacam ini, November sering menjadi masa jeda sebelum IHSG kembali menghijau di akhir tahun, kerap menjadi sebuah peluang klasik bagi investor yang jeli membaca momentum.

Momentum Reli 4 Bulan Beruntun

Diwartakan sebelumnya, IHSG menutup Oktober dengan reli empat bulan beruntun, melanjutkan tren kenaikan sejak pertengahan tahun.

Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG tercatat di level 8.163,88, terkoreksi 1,30 persen dalam sepekan lalu.

Namun, IHSG berhasil naik 1,28 persen sepanjang Oktober. Ini artinya, indeks acuan tersebut telah reli sejak Juli 2025.

Sepanjang tahun berjalan, IHSG telah melesat 15,31 persen, didorong oleh rebound tajam dari fase kritis pada Februari hingga April lalu, ketika pasar tertekan isu perang dagang Amerika Serikat (AS) dan menurunnya minat investor asing terhadap saham domestik.

Kinerja impresif ini membuat IHSG berulang kali menembus rekor tertinggi sepanjang masa (all-time high/ATH). Lonjakan tersebut awalnya ditopang oleh kenaikan saham-saham big cap milik konglomerat besar, yang belakangan diperkuat oleh pemulihan saham-saham perbankan utama setelah sempat tertekan aksi jual asing.

Rekor ATH terbaru tercatat pada perdagangan intraday Senin (27/10), ketika IHSG sempat menyentuh level 8.354,67.

Penguatan indeks belakangan terjadi meski investor asing masih mencatatkan aksi jual bersih lebih dari Rp12,90 triliun selama 6 bulan terakhir.

Reli IHSG banyak ditopang oleh likuiditas domestik yang tetap tinggi, terutama dari investor ritel dan institusi lokal yang aktif masuk ke saham berkapitalisasi besar, terutama konglomerat macam Grup Barito besutan Prajogo Pangestu.

Katalis eksternal turut memperkuat sentimen positif pasar. Keputusan Federal Reserve (The Fed) memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada akhir Oktober memberi dorongan pada aset berisiko di pasar negara berkembang.

Selain itu, kabar mengenai kesepakatan dagang sementara antara Amerika Serikat (AS) dan China ikut meredakan kekhawatiran pelambatan ekonomi global.

Pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping di sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) 2025, Gyeongju, Korea Selatan (Korsel) menjadi momentum strategis bagi Indonesia.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto  mengatakan, pertemuan kedua pemimpin ekonomi terbesar dunia tersebut sebagai titik awal arah kebijakan tarif global yang lebih jelas.

Menurutnya, dinamika politik ekonomi global saat ini akan berimbas langsung pada stabilitas perdagangan kawasan Asia-Pasifik, termasuk Indonesia.

Selain faktor global, penyesuaian komposisi indeks serta rotasi sektor turut memperkuat reli. Saham-saham blue chip di sektor perbankan, energi, dan konsumer mencatat penguatan yang cukup signifikan di tengah volatilitas akibat rebalancing MSCI.

Meski begitu, reli IHSG masih bertumpu pada kekuatan likuiditas domestik.  Jika sentimen global kembali memburuk atau realisasi kerja sama dagang belum konkret, potensi koreksi tetap terbuka.

Namun untuk saat ini, pasar saham Indonesia masih menunjukkan ketahanan dan optimisme di tengah ketidakpastian global. (Aldo Fernando)

Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.

Halaman : 1 2 3 4 5
Advertisement
Advertisement