sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Income Investor, Yuk Pilih Saham Royal Dividen di Era Bunga Tinggi

Market news editor Melati Kristina - Riset
03/10/2022 06:30 WIB
Suku bunga acuan BI kembali naik di tengah naiknya suku bunga The Fed. Ini jadi pertimbangan investor untuk berinvestasi di deposito, obligasi, maupun saham.
Income Investor, Yuk Pilih Saham Royal Dividen di Era Bunga Tinggi. (Foto: MNC Media)
Income Investor, Yuk Pilih Saham Royal Dividen di Era Bunga Tinggi. (Foto: MNC Media)

Selain HEXA, terdapat beberapa emiten lainnya yang masuk dalam deretan IDXHIDIV20 dengan rata-rata dividend yield dalam tiga tahun terakhir seperti PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA).

Rerata dividend yield ITMG dalam tiga tahun terakhir mencapai 11,49 persen, sementara PTBA sebesar 10,41 persen. (Lihat tabel di bawah ini.)

Selain dapat ‘cuan’ dari perolehan dividen, berinvestasi di saham juga mendatangkan cuan dari perolehan capital gain yaitu selisih keuntungan dari jual-beli saham.

Sebagai contoh, HEXA mencatatkan capital gain yang jumlahnya menanjak hingga 80 persen dalam lima tahun. Ini karena semenjak mengalami rebound pasca pandemi Covid-19 pada 2020 lalu, saham HEXA berada dalam tren menanjak (uptrend).

Kendati demikian, berinvestasi di saham maupun obligasi memiliki risiko masing-masing.

Dalam berinvestasi di obligasi, terdapat risiko gagal bayar terlebih jika peminjam tidak mampu membayar bunga dan pokok utang. Walaupun, dalam kasus obligasi pemerintah, risiko gagal bayar terbilang lebih minim dibandingkan dengan obligasi korporasi.

Selain itu, tingkat bunga obligasi juga bergantung pada bunga pasar keuangan. Artinya, bila harga obligasi naik maka tingkat bunga akan turun, begitupula sebaliknya.

Sementara berinvestasi di saham cukup berisiko sebab harga saham yang sangat fluktuatif dapat menyebabkan capital loss atau kondisi dimana investor menjual saham dengan harga lebih rendah dari harga belinya.

Di samping itu, investor juga dihadapkan dengan risiko dilikuidasi yakni bila emiten dinyatakan bangkrut oleh pengadilan atau perusahaan tersebut dibubarkan.

Oleh sebab itu, investor perlu mencermati kinerja perusahaan, prospek industri dari emiten tersebut, tren kenaikan harga saham, hingga dividend yield yang konsisten setidaknya di atas 7 persen dalam kurun tiga tahun terakhir.

Dividend Yield Jumbo, Bagaimana Kinerja Saham dan Keuangan Emiten?

Selain memiliki dividend yield yang tergolong tinggi, emiten dalam kategori tersebut memiliki kinerja saham yang baik sepanjang 2022. Contoh saja, MBAP yang mencatatkan kenaikan harga saham tertinggi di banding emiten lain.

Melansir data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) pada penutupan Rabu (28/9), harga saham MBAP secara year to date (YTD) terkerek hingga 147,22 persen secara year on year (yoy).

Di samping itu, MBAP juga mencatatkan kinerja keuangan yang apik pada semester I-2022. Menurut laporan keuangannya, pendapatan bersih MBAP melesat 89,78 persen menjadi US248,22 juta senilai dengan Rp3,68 triliun dengan asumsi kurs Rp14.848/USD berdasarkan laporan keuangan emiten.

Sementara laba bersih emiten batu bara ini juga terbang hingga 279,70 persen menjadi USD111,69 juta atau setara dengan Rp1,66 triliun. (Lihat tabel di bawah ini.)

Adapun dari segi kinerja keuangan, ITMG mencetak laba bersih dan pendapatan bersih yang mengungguli emiten dengan dividend yield  tinggi lainnya.

Pendapatan bersih yang diperoleh emiten batu bara tersebut di semester I-2022 menanjak hingga 110,19 persen sedangkan laba bersihnya juga meroket hingga 291,78 persen secara yoy.

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement