IDXChannel – Tidak semua indeks sektoral bernasib baik seperti Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang tahun ini. Contohnya, indeks teknologi (IDXTECHNO) dan indeks properti (IDXPROPERT) yang malah loyo dan menjadi pemberat langkah indeks saham domestik.
Kedua sektor tersebut menjadi minoritas di ‘lautan hijau’ indeks sektoral lainnya.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), indeks sektor energi, misalnya, memimpin klasemen dengan naik hingga 54% sejak awal tahun (ytd) per penutupan Kamis (9/6/2022).
Sektor energi diuntungkan oleh era meroketnya harga komoditas atawa commodities boom di tengah perang Rusia-Ukraina dan terdisrupsinya rantai pasokan global kala dunia mencoba pulih dari pagebluk Covid-19.
Contoh lain, indeks sektor transportasi & logistik juga ciamik dengan melesat 40% ytd. Saham-saham emiten kapal-kapalan alias angkutan laut hingga transportasi macam taksi menopang indeks ini.
Selain energi dan transportasi, indeks lainnya seperti industri (+27%) dan barang baku (+10%) juga tampil positif hingga awal Juni ini.
IHSG sendiri sukses melonjak 9,14% ytd, menjadi nomor satu di kawasan Asia-Pasifik, mengalahkan indeks saham Singapura (STI) yang naik 2,24%.
Sementara, IDXTECHNO malah anjlok 10,58% ytd, menjadi yang paling jeblok di antara yang lain. Kendati tidak separah indeks tekno, IDXPROPERT juga merosot cukup dalam hingga minus 8,05%. Kedua indeks ini menjadi kinerja indeks sektor terburuk di bursa.
Sumber: Google Finance |*IDXPropert Berwarna Kuning dan IDXTECHNO berwarna biru
Bukalapak, DCII, hingga EMTK Jadi Beban
Kalau menilik secara lebih luas, ada banyak faktor yang membuat kinerja indeks teknologi masih negatif tahun ini, mulai dari sentimen negatif saham teknologi global di tengah pengetatan moneter bank sentral AS hingga valuasi yang terlalu tinggi.
Terkait hal terakhir, kinerja saham dengan kapitalisasi pasar (market cap) jumbo di IDXTECHNO benar-benar tidak mengesankan.
Emiten e-commerce PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) yang sejak masa penawaran perdana (IPO) pada Agustus 2021 dianggap bakal menopang indeks malah terjun bebas. Saat ini, harga saham BUKA berada di Rp290/saham, sudah anjlok 65,88% dari harga IPO.
Adapun sejak awal tahun (ytd), harga saham BUKA minus 32,56%. Dengan kapitalisasi pasar Rp29,89 triliun, saham BUKA tentu berperan penting dalam pergerakan IDXTECHNO.
Sentimen positif soal pencapaian laba bersih Rp14,55 triliun per kuartal I 2022 setelah sebelumnya masih merugi tidak lantas membuat harga saham BUKA membalik tren. Memang, torehan laba bersih BUKA itu sendiri menjadi perhatian pelaku pasar lantaran sebagian besar disumbang oleh laba nilai investasi yang belum dan sudah terealisasi, yaitu sebesar Rp15,51 triliun.
Tidak hanya BUKA, emiten data center PT DCI Indonesia Tbk (DCII) dan Grup Emtek PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) juga berperan besar di IDXTECHNO lantaran market cap keduanya yang besar.
DCII memiliki market cap Rp83,42 triliun, terbesar ketiga di indeks tersebut. Sementara, EMTK sebesar Rp109,62 triliun, di posisi kedua.
Seperti BUKA, harga saham keduanya anjlok dalam. DCII merosot 20,41% ytd dan EMTK minus 21,49% sejak awal tahun.
Kombinasi market cap ketiga saham di atas mencapai Rp223 triliun.
Saham DCII, yang menjadi pemuncak top gainers sepanjang tahun lalu dengan meroket 8.000-an persen, kehilangan momentum pada 2022.
Aktivitas transaksi saham ini sepi, tidak seperti saat menjadi fenomena pada tengah tahun lalu. Kala itu, masuknya Bos Indofood Anthoni Salim menjadi katalis melesatnya saham emiten milikpengusaha Toto Sugiri ini.
Saat ini, di harga Rp35.000/saham, dan valuasi dari sisi price-earnings ratio (PER) yang menjulang ke langit (326,88 kali) dan price book value ratio (PBVR) yang sangat mahal (65,24 kali) membuat investor tidak begitu mengincar DCII lagi. Ditambah tidak ada story atawa kisah yang semenarik tahun lalu untuk saham ini.
Kemudian EMTK, yang kebetulan berinvestasi di BUKA, juga sedang dalam tren penurunan (downtrend). Ini terjadi setelah saham EMTK menembus level tertinggi Rp3.000 pada 27 April lalu.
Tentu, selain ketiganya, masih ada saham teknologi yang anjlok cukup dalam seperti DMMX (-38,42%) yang punya market cap Rp12,88 triliun.
Melihatnya anjloknya ketiga saham besar di atas, saham emiten jasa ride-hailing dan e-commerce PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) belum mampu berbuat banyak di IDXTECHNO. Bahkan, ketika market cap GOTO mencapai Rp454,8 triliun (terbesar ketiga di bursa).
Apalagi, saham GOTO baru menemukan momentum akhir-akhir ini dengan melampaui harga IPO (Rp338/saham), yakni ke posisi Rp384/saham. Pada 13 Mei lalu, harga saham GOTO sempat menyentuh level terendah Rp194/saham.
Sejak IPO pada 11 April lalu, harga saham GOTO sudah naik 13.61%.