Target penerimaan cukai hasil tembakau dalam RAPBN 2026 pun disusun konservatif, yakni Rp229 triliun hingga Rp230 triliun. Kebijakan ini dinilai memberikan ruang bernafas bagi industri yang padat karya setelah satu dekade dibayangi kenaikan cukai berturut-turut.
Menurut Adelia, pemerintah telah menaikkan cukai delapan kali dalam satu dekade. Kondisi tersebut sempat mendorong pengeluaran rokok per kapita hingga Rp94.476 per bulan pada 2024 atau naik 46 persen dalam sepuluh tahun.
Adelia menambahkan bahwa program pemerintah untuk menambah lebih dari 3 juta pekerjaan baru dalam 1-2 tahun ke depan berpotensi mendorong kenaikan UMP dan memperkuat daya beli.
“Sehingga membuka ruang stabilisasi daya beli dan permintaan rokok pada 2026F,” ujarnya.
Di sisi lain, stabilisasi pasar dinilai membutuhkan pengawasan lebih ketat terhadap rokok ilegal. Data Ditjen Bea dan Cukai menunjukkan 816 juta batang rokok ilegal ditindak sepanjang sembilan bulan 2025, tumbuh 37 persen secara tahunan. Rokok ilegal didominasi segmen Sigaret Kretek Mesin, mencapai sekitar 73 persen dari total penindakan.