3. Biogen
Perusahaan farmasi AS mengalami lonjakan margin operasional dari 3,4% hingga September 2021 menjadi 22,2% di tahun ini.
Ini adalah periode rebound perusahaan selama tahun 2022 setelah tahun sebelumnya margin Biogen anjlok sepanjang tahun 2021.
Menurut data FactSet, meskipun cukup besar, margin operasi raksasa farmasi itu sekitar setengah dari periode sebelum pandemi.
Menurut Myles Minter, seorang analis riset di William Blair, mengatakan kepada Forbes bahwa peningkatan margin Biogen adalah hasil dari pemotongan beban secara signifikan.
4. Hess Corporation
Perusahaan energi berbasis di New York, Hess Corporation mengalami kenaikan margin operasi dari 23% tahun lalu, menjadi 36% tahun ini. Jumlah tersebut adalah rekor margin tertinggi untuk perusahaan. Sebelum tahun ini, perolehan tertinggi sebelumnya adalah 22% pada 2014.
Seperti perusahaan energi lainnya, Hess memanfaatkan harga tinggi yang disebabkan oleh perang di Ukraina. Untuk segmen eksplorasi dan produksi, perusahaan mengatakan bahwa terjadi kenaikan laba kuartalan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kondisi ini disumbang dari harga jual dan volume penjualan yang direalisasikan lebih tinggi.
Sang Chief executive officer (CEO), John Hess memilih investasi perusahaan di Guyana yang disebutnya sebagai salah satu industri dengan margin tertinggi, intensitas karbon terendah dan prospek minyak dan gas dengan pertumbuhan tertinggi.
5. Pioneer Natural Resources
Perusahaan energi lainnya, Pioneer Natural Resources, melengkapi lima besar perusahaan yang meraup cuan saat inflasi AS belum terkendali. Pioneer melihat margin operasinya melonjak 12 poin persentase dibandingkan dengan tahun lalu.
Dengan margin operasi 43% tahun ini, Pioneer mencetak rekor baru pendapatan perusahaan.
Pioneer menyebut kenaikan harga energi dan rendahnya biaya pengeluaran sebagai pendorong meningkatnya margin operasional perusahaan.
Menurut pengamat energi, di University of Houston, Ed Hirs, menyebut ini adalah saat yang tepat untuk menjadi penyuling energi.
“Hal yang terpenting adalah beberapa kilang energi di Eropa tidak berproduksi karena mereka tidak mendapatkan minyak Rusia lagi. Dan selama tiga tahun terakhir, AS kehilangan satu juta barel per hari dari kapasitas penyulingan minyak dalam negeri,” kata Hirs mengutip Forbes.
Ia menambahkan perusahaan-perusahaan migas AS saat ini banyak yang kehabisan persediaan sehingga yang memiliki cadangan dapat menjualnya dengan harga lebih tinggi.
Dengan potensi kenaikan suku bunga acuan yang akan segera dirilis The Fed, mungkinkah perusahaan ini masih akan perkasa menghadapi kemungkinan infasi yang masih akan belum terkendali? Kita tunggu saja. (ADF)