Tren ini membalikkan pola musiman (seasonality) yang selama ini cenderung positif. Dalam satu dekade terakhir, IHSG memiliki probabilitas sekitar 80 persen untuk ditutup menguat di Desember, dengan rata-rata kenaikan lebih dari 2 persen.
Kinerja IHSG yang melemah mencerminkan tantangan besar yang dihadapi pasar sepanjang tahun, baik dari tekanan global maupun dinamika domestik.
Sebut saja, penurunan suku bunga bank sentral negara utama, terutama Federal Reserve (The Fed) Amerika Serikat (AS) yang tidak sesuai ekspektasi pasar menyebabkan aliran modal asing keluar dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
Kemudian, Indeks dolar AS yang menguat signifikan meningkatkan tekanan pada mata uang negara berkembang, termasuk rupiah, sehingga mempengaruhi stabilitas pasar saham domestik.
Selanjutnya, soal melambatnya ekonomi China. Sebagai mitra dagang utama Indonesia, perlambatan pertumbuhan ekonomi China melemahkan permintaan terhadap komoditas ekspor andalan RI, seperti batu bara dan minyak kelapa sawit.